Intoleransi Jadi Kendala Utama Majunya Bangsa Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Intoleransi dianggap sebagai kendala utama bagi majunya bangsa Indonesia sehingga disarankan sejumlah upaya melalui jalur pendidikan agar praktik intoleransi bisa ditekan di tanah air.
Direktur Eksekutif Akademi Pancasila dan Bela Negara (APBN), Tigor Mulo Horas Sinaga di Jakarta, Kamis (16/1), mengatakan, praktik intoleransi potensial menciderai kerukunan umat beragama di Indonesia.
“Kami berharap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim segera bertindak cepat merespons situasi ini. Kemendikbud dapat bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam pendidikan dan pembinaan di sekolah dengan fokus pembumian Pancasila dan habituasinya sehari-hari,” katanya.
Ia menegaskan perlunya untuk segera membenahi sistem pendidikan moral yang berdasarkan pada Pancasila di sekolah-sekolah.
Sekjen Generasi Optimis Indonesia itu juga menyerukan agar Peraturan Bersama Menteri Agama Nomor 9 Tahun 2006 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat segera dicabut.
"Prasyarat pendirian Rumah Ibadat dalam SKB 2 Menteri sangat kontra-produktif bagi keharmonisan antar umat beragama di Indonesia. SKB 2 Menteri ini berlawanan dengan UUD 1945 dan ideologi Pancasila. Oleh sebab itu kami berharap Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mencabut SKB ini," kata Horas.
Ia menyatakan prihatin dengan sejumlah kasus intoleransi di negeri ini yang kian marak dalam beberapa waktu terakhir.
Salah satunya kejadian di Kwartir Cabang (Kwarcab) Pramuka Kota Yogyakarta dimana salah seorang peserta kursus pembina pramuka mahir tingkat lanjutan (KML) mengajarkan tepuk tangan dan yel-yel "Islam Islam yes, Kafir Kafir No" di SDN Timuran pekan lalu.
Horas menyayangkan insiden itu, apa lagi yel-yel berbau SARA itu diajarkan seorang pembina Pramuka.
Horas mengimbau semua elemen bangsa segera menghentikan praktik diskriminatif dan intoleransi.
Kasus lain misalnya penolakan pendirian rumah ibadah di Perumahan Pondok Hijau Indah (PHI), Desa Ciwaruga, Kabupaten Bandung Barat.
"Jangan kita menjerumuskan generasi muda dengan doktrin diskriminasi dan intoleransi. Itu sama saja dengan membuat suram masa depan mereka karena akan membentuk pribadi generasi muda yang tidak mau membuka diri atau diskriminatif, tidak mau belajar, hingga pasti akan terus ketinggalan kereta peradaban," kata Horas. (Ant)
Tentara Ukraina Fokus Tahan Laju Rusia dan Bersiap Hadapi Ba...
KHARKIV-UKRAINA, SATUHARAPAN.COM-Keempat pesawat nirawak itu dirancang untuk membawa bom, tetapi seb...