Invasi Rusia, Presiden Ukraina: Tak Ada Yang Tersisa di Mariupol
KIEV, SATUHARAPAN.COM-Presiden Ukraina, Volodomyr Zelenskyy, mengatakan pada hari Selasa (22/3) bahwa "tidak ada yang tersisa" dari kota Mariupol setelah berminggu-minggu pemboman Rusia, dan Kiev meminta Moskow untuk mengizinkan evakuasi setidaknya 100.000 orang yang ingin pergi.
Ukraina telah mengeluarkan peringatan yang semakin mengerikan tentang situasi di kota pelabuhan selatan yang dikepung, di mana para pejabat mengatakan penduduk tidak memiliki makanan, obat-obatan, listrik atau air mengalir.
Para pejabat mengatakan 300.000 warga sipil juga kehabisan makanan di kota Kherson, Ukraina selatan yang diduduki, menyoroti apa yang dikatakan seorang pejabat bantuan internasional sebagai kerusakan sistem kemanusiaan Ukraina.
“Tidak ada yang tersisa di sana. Hanya reruntuhan,” kata Volodomyr Zelenskyy tentang Mariupol, yang berpenduduk 400.000 jiwa pada masa damai, dalam pidato video di hadapan parlemen Italia.
Saat dia berbicara, dewan kota mengatakan pasukan Rusia telah menjatuhkan dua bom besar di Mariupol tetapi tidak memberikan rincian korban atau kerusakan. Reuters tidak dapat memverifikasi laporan tersebut secara independen. Rusia tidak segera mengomentarinya.
“Sekali lagi jelas bahwa para penjajah tidak tertarik dengan kota Mariupol. Mereka ingin meratakannya ke tanah dan menjadikannya abu dari tanah mati,”kata dewan.
Rusia membantah menargetkan warga sipil dan menyalahkan Ukraina atas kegagalan berulang kali untuk membangun jalur aman bagi warga sipil keluar dari Mariupol.
Ukraina menentang ultimatum agar kota itu menyerah pada Senin (21/3) dini hari sebagai syarat bagi pasukan Rusia untuk membiarkan warga sipil pergi dengan selamat. "Kami menuntut pembukaan koridor kemanusiaan bagi warga sipil," kata Wakil Perdana Menteri Ukraina, Iryna Vereshchuk, di televisi Ukraina.
Dia kemudian menambahkan: "Setidaknya ada 100.000 orang yang ingin meninggalkan Mariupol tetapi tidak bisa."
Vereshchuk mengatakan bahwa kecuali koridor yang aman dibuat dan bus diizinkan masuk untuk mengevakuasi mereka, mereka harus berjalan dari 10 hingga 20 kilometer untuk mencapai tempat yang relatif aman, perjalanan yang berisiko jika tidak ada gencatan senjata.
Dia dan pejabat Ukraina lainnya mengatakan pasukan Rusia juga mencegah pasokan kemanusiaan mencapai warga sipil di Kherson, sebuah kota yang mereka kendalikan.
“Sebanyak 300 ribu warga Kherson menghadapi bencana kemanusiaan karena blokade tentara Rusia. Makanan dan persediaan medis hampir habis, namun Rusia menolak untuk membuka koridor kemanusiaan untuk mengevakuasi warga sipil,” kata juru bicara kementerian luar negeri, Oleg Nikolenko di Twitter. Rusia tidak segera mengomentari situasi di Kherson.
Steve Gordon, penasihat respon kemanusiaan di badan bantuan internasional Mercy Corps, menyatakan keprihatinan tentang kerentanan rantai pasokan di Ukraina.
“Kami tahu bahwa sebagian besar kota di daerah yang mengalami pertempuran paling intens tidak memiliki kebutuhan pokok seperti makanan selama lebih dari 3-4 hari,” kata Gordon, yang berada di Ukraina, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Mercy Corps. “Kenyataannya adalah bahwa saat ini sistem kemanusiaan sepenuhnya rusak.”
Hanya beberapa ribu warga sipil yang berhasil melarikan diri dari Mariupol, termasuk konvoi mobil yang disaksikan oleh Mercy Corps. “Beberapa memiliki barang-barang yang diikat ke atap tetapi banyak yang tidak memiliki apa-apa dan Anda dapat mengatakan bahwa orang-orang harus meninggalkan semuanya,” kata Gordon.
Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai “operasi militer khusus” untuk melucuti senjata negara dan melindunginya dari “Nazi”. Barat menyebut ini sebagai dalih palsu untuk perang yang tidak beralasan.
Menguasai Mariupol akan membantu pasukan Rusia mengamankan koridor darat ke semenanjung Krimea, yang dicaplok Moskow dari Ukraina pada 2014. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...