IPB Menggali Kembali Potensi Bambu sebagai Pondasi Masa Depan
BOGOR, SATUHARAPAN.COM – Bambu merupakan tanaman yang agak dilupakan di Indonesia. Tanaman yang mendapatkan perhatian dalam kehidupan masyarakat Nusantara ini sekarang mulai ditinggalkan. Padahal, masih banyak potensi yang belum tergali dari bambu.
Seminar Nasional EFFORT 2018, dengan tema “Bamboo for Sustainable Future”, berusaha memunculkan potensi ini kepada masyarakat Indonesia. Acara ini digelar Sabtu (13/10) di Auditorium Andi Hakim Nasution (AHN) Kampus IPB Dramaga, Bogor, sebagai buah karya dari Himpunan Mahasiswa Departemen Hasil Hutan (Himasiltan) Institut Pertanian Bogor (IPB), seperti dilansir situs ipb.ac.id.
“Semoga seminar ini bermanfaat bagi kemajuan bangsa di masa depan,” kata Mohammad Anas Setiawan, menyampaikan pesan dari ketua pelaksana, Febrian Erico Hutapea.
Turut hadir dalam acara itu para dosen dari Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, mahasiswa dari Insitut Teknologi Nasional, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Diponegoro. “Terima kasih atas kerja samanya,” kata Muhammad Yusuf Effendi, Ketua Himasiltan IPB.
“Semoga seminar ini membawa perubahan terhadap pemanfaatan bambu bagi masyarakat,” kata Dr Ir Deded Sarip Nawawi, MSc, Ketua Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
“Bambu itu strukturnya termasuk sederhana," kata Prof Dr Ir Imam Wahyudi MS, salah satu dosen sekaligus pakar anatomi bambu di Indonesia. Kesederhanaannya itu tidak mencegah bambu untuk memiliki manfaat bagi sekitarnya.
Struktur anatominya membuat dia dapat bertahan di lingkungan ekstrem dan menyerap karbondioksida lebih banyak daripada tanaman lainnya. Bambu juga bisa digunakan sebagai pengganti konstruksi kayu. “Kekuatannya setara dengan baja kualitas ringan,” kata Dr Ir Nareswara Nugroho MS, dosen Departemen Hasil Hutan IPB yang juga pakar konstruksi bambu di Indonesia.
Banyaknya bambu di Indonesia, membuat sejarah masyarakat Indonesia tidak pernah terlepas dari tanaman tersebut.
Penggunaannya beragam, mulai dari upacara adat sampai bahan baku bangunan.
Peran bambu di Indonesia sendiri terhambat pada tahun 1970, karena dianggap mengganggu kebersihan dan aktivitas warga. “Pada saat itu bambu juga dianggap sebagai identitas kemiskinan,” kata Jajang A Sonjaya SS, M Hum, Direktur Bambubos. Stigma tersebut menyebabkan nilai bambu masyarakat Indonesia modern rendah.
“Kita punya banyak bambu, tapi tidak bisa menggunakannya dengan benar,” kata Yoyo Budiman, Ketua Perkumpulan Pengusaha Bambu Indonesia (Perbubi).
Kata Yoyo, potensi bambu di Indonesia cukup besar, untuk dapat menggerakkan roda ekonomi negara.
Yoyo bersama organisasi pimpinannya, Perbubi, berencana menambah nilai jual pada bambu. Hal ini dilakukan agar bambu di Indonesia mencapai hasil yang maksimal saat diekspor. Rencana itu, menurutnya, memerlukan seluruh pengusaha bambu, terutama para pelaku industri bambu kecil.
Salah satu pengusaha bambu yang dimaksud adalah Alur Bamboo Studio. Perusahaan ini merupakan salah satu studio seni yang membuat berbagai produk sehari-hari dengan bahan dasar bambu. Produk mereka beragam, mulai dari lampu dekorasi, peralatan saji makan, sampai dudukan untuk pembuatan kopi secara manual.
“Kita bermain dengan bambu, dengan tujuan menciptakan produk siap pakai untuk masyarakat,” kata Amal Machali sebagai perwakilan Alur Bamboo Studio.
Bambu juga hadir di dalam bidang arsitektur mengingat sifatnya yang lentur sebagai bahan tahan gempa. Dr Ing Andry Widyowijatnoko ST MT IAI, salah seorang arsitek bambu di Indonesia, berusaha mengenalkan kembali bambu kepada masyarakat Indonesia, dengan mengkombinasikannya dengan bahan bangunan lainnya.
“Kita tetap menggunakan beton, tetapi di dalamnya adalah bambu,” kata Andry. Bambu juga digabungkan dengan kayu sebagai bahan sambungannya. Proyek bambu sang arsitek sendiri beragam, mulai dari pembangunan shelter di Palu sampai resort mewah di Bali.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...