Irak Dilanda Kekeringan, Nomor Lima Paling Rentan Dampak Perubahan Iklim
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM-Di wilayah Irak yang dilanda kekeringan, enam dari 10 rumah tangga mengalami gangguan akses ke air minum dan seperempat petani mengalami penurunan hasil panen secara drastis tahun ini, kata sebuah survei yang diterbitkan hari Senin (24/10).
Irak telah dilanda kekeringan selama tiga tahun, curah hujan yang rendah dan berkurangnya aliran sungai, dan PBB menempatkannya sebagai negara kelima yang paling rentan terhadap beberapa dampak utama perubahan iklim.
Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), sebuah kelompok bantuan yang aktif di Irak, negara kaya minyak tetapi dilanda perang, mensurvei 1.341 rumah tangga pada bulan Agustus di lima provinsi termasuk Basra, Ninewe dan Anbar.
“Kami melihat kerusakan berkelanjutan dari krisis iklim dan air di Irak,” kata James Munn, direktur NRC, dalam sebuah pernyataan yang dirilis bersamaan dengan temuan survei.
“Orang-orang menyaksikan tanah subur dan tanaman mereka lenyap dari tahun ke tahun.”
Studi NRC menemukan bahwa “krisis berdampak langsung pada akses ke air minum dan irigasi serta produksi tanaman,” menyebabkan 35 persen rumah tangga mengurangi jumlah makanan yang mereka konsumsi.
Enam puluh satu persen rumah tangga “menyatakan bahwa akses mereka ke air minum dan air rumah tangga telah terganggu pada tahun lalu,” kata NRC.
Di provinsi Basra selatan, di mana sungai Tigris dan Efrat bertemu sebelum bermuara ke Teluk, beberapa daerah tidak memiliki air minum bersih “karena penurunan permukaan air dan salinasi yang tinggi.”
Menurut survei, 25 persen rumah tangga yang mengandalkan pertanian ”lebih dari 90 persen mengalami gagal panen gandum musim ini”.
“Akibat dampak kekeringan pada produksi tanaman, seperempat rumah tangga petani menyatakan bahwa mereka tidak mendapat untung dari penjualan gandum mereka tahun ini,” tambahnya.
Selain gandum, “42 persen rumah tangga yang disurvei menyatakan bahwa mereka melihat produksi jelai, buah dan sayuran mereka turun” musim ini.
Kekeringan yang berkepanjangan telah membuat banyak warga Irak mengungsi. Tayseer, seorang petani berusia 42 tahun di utara negara itu, mengatakan kepada NRC bahwa dia mungkin harus meninggalkan tanahnya di Hawija karena kehilangan pendapatan.
Dia biasa menghasilkan 10 juta dinar Irak (sekitar US$6.850) setiap musim, katanya, tetapi menambahkan bahwa tahun ini, "Saya bahkan mungkin tidak mendapatkan dua juta dinar." (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...