Irak Ingin Akhiri Krisis Politik
BAGHDAD, SATUHARAPAN.COM - Kekacauan yang terjadi telah menyebabkan Irak terpecah atas golongan Suni, Syiah, dan Kurdi, masing-masing dengan faksi-faksi politik yang saling bertikai, serta milisi bersenjata dan terlatih.
Meskipun pemrotes yang menuntut reformasi politik sudah tidak berada di jalan-jalan Baghdad, tantangan yang melatarbelakangi protes mereka serta ketidakstabilan belum berakhir.
Perundingan di antara faksi-faksi politik yang sangat terpolarisasi itu gagal dan tidak menghasilkan solusi, parlemen terpecah dan tidak mampu menghasilkan kuorum. Pembicaraan untuk mengganti pemerintahan dengan pemerintahan transisi macet total.
“Situasi politik negara ini kacau balau,” kata mantan Penasihat Keamanan Nasional Irak dan anggota parlemen, Mowaffak al-Rubaie kepada VOA, hari Rabu (11/5).
Krisis ini mencapai puncaknya dua minggu yang lalu ketika pemrotes yang dipimpin ulama Syiah Muqtada al-Sadr, mendobrak masuk ke gedung parlemen di zona Internasional yang dijaga itu, serta menuntut reformasi pemerintah.
Kekuatan Sadr, didukung oleh warga Irak yang marah karena tidak tersedianya layanan mendasar dan korupsi besar-besaran, telah menggoncangkan pemimpin-pemimpin politik negara ini.
Upaya Perdana Menteri Haider al-Abadi untuk melakukan reorganisasi kabinetnya tidak berhasil menentramkan partai-partai politik.
Bulan lalu, anggota parlemen Irak saling pukul dan lempar botol minuman, pada hari Rabu (13/4) setelah pemungutan suara pada kabinet baru Irak ditunda.
Adegan kacau hari itu mencerminkan krisis politik yang berkembang di Irak, bahkan sebagai akibat perang melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS atau ISIS).
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...