Iran Bebaskan Sementara 1.000 Tahanan Warga Asing
TEHERAN, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan Iran pada hari Selasa (21/4) mengatakan bahwa mereka telah membebaskan sementara lebih dari 1.000 tahanan asing, karena wabah virus corona baru, menyusul kritik oleh para pakar hak asasi manusia PBB.
"Apa yang telah dilakukan Iran dalam menjamin kesehatan para tahanan dan memberikan cuti pada mereka adalah langkah yang signifikan" dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan oleh negara-negara lain, kata juru bicara pengadilan, Gholamhossein Esmaili.
Perempuan Inggris-Iran, Nazanin Zaghari-Ratcliffe, yang ditangkap pada tahun 2016 dan menjalani hukuman penjara lima tahun atas tuduhan penghasutan, termasuk di antara 100.000 tahanan yang dibebaskan sementara pada bulan Maret.
Pembebasan sementaranya diperpanjang hingga 20 Mei, kata pengacaranya kepada kantor berita pemerintah Iran, IRNA, hari Selasa (21/4).
Panel pakar hak asasi manusia PBB pekan lalu menyerukan Iran untuk memperluas daftar tahanan yang telah dibebaskan sementara karena wabah COVID-19, dengan memasukkan "tahanan yang memiliki kewarga-negaraan ganda, dan warga asing."
Sebagai tanggapan, Esmaili mengatakan para ahli harus melaporkan apa yang Amerika Serikat dan Inggris telah lakukan mengenai tahanan mereka. "Kami telah memberikan membebaskan sementara lebih dari 1.000 warga negara asing... beberapa warga negara ini juga ada di antara mereka," katanya dalam konferensi pers.
Juru bicara pengadilan mengatakan Iran tidak boleh dikritik karena "perilaku diskriminatif" karena memiliki rekam jejak "sangat baik".
100.000 tahanan, terutama warga negara Iran, yang dibebaskan sementara bulan lalu awalnya dibebaskan sampai 19 April, ketika pemerintah memperpanjangnya hingga 20 Mei. Pengadilan juga mengumumkan bulan lalu bahwa 10.000 tahanan akan dibebaskan dalam amnesti Tahun Baru Iran.
Langkah ini bertujuan untuk "mengurangi jumlah tahanan mengingat situasi sensitif di negara ini," kata Esmaili saat itu, tanpa secara eksplisit merujuk pada pandemi virus corona baru.
Orang asing, termasuk Fariba Adelkhah dari Perancis-Iran, dan pengusaha Iran-Amerika Siamak Namazi dan ayahnya, Mohammad Bagher Namazi, diyakini masih ditahan, karena tidak ada pengumuman.
Republik Islam Iran tidak mengakui kewarganegaraan ganda dan mengecam pemerintah asing karena mencampuri apa yang dikatakannya sebagai kasus domestik.
Pemerintah Iran pertama melaporkan kasus COVID-19 pada 19 Februari. Sejauh ini virus telah membunuh lebih dari 5.200 orang dan menginfeksi lebih dari 83.500 orang di negara ini. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...