Ironi Uang Muka Mobil, Tunjangan Transpor PNS DKI Dihapus
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono menyayangkan kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang telah mencoret tunjangan transportasi bagi para pegawai negeri sipil (PNS) DKI dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI. Ini menjadi ironis dengan Perpres No 39/2015 tentang tunjangan uang muka pembelian mobil pejabat negara.
Penghapusan tunjangan sebesar Rp 400 miliar ini sebelumnya dinyatakan tak memiliki dasar hukum. Selain itu, Kemendagri juga mempertanyakan nilai belanja pegawai yang cukup besar, yakni mencapai Rp 19 triliun dari nilai anggaran APBD sebesar Rp 72,9 triliun. Nilai ini dinilai terlalu besar dibandingkan daerah lain.
“Seharusnya Kemendagri membuka satu-satu PAD (Pendapatan Asli Daerah, Red) masing-masing provinsi. Postur daerah lain tidak bisa dibandingkan dengan DKI. Kalau tunjangan-tunjangan dihapuskan, lama-lama PNS tidak pakai baju ke kantor. Di mana perhatianmu untuk PNS, pemerintah pusat?” ujar Heru saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (7/4) siang.
Tunjangan transportasi tersebut direkomendasi oleh Kemendagri untuk dialokasikan ke dana pendidikan dan pekerjaan umum (PU).
“Selain tunjangan transportasi, yang harus dikurangi nilainya poin besarnya adalah biaya pembelian alat tulis kantor, pembelian aki, kendaraan operasional, tunjangan kerja daerah atau TKD untuk meningkatkan belanja pendidikan,” kata mantan Wali Kota Jakarta Utara itu.
Padahal menurut Heru, alokasi dana untuk biaya pendidikan telah mencapai 24 persen dari nilai total APBD. Besarnya anggaran pendidikan yang mencapai 24 persen itu pun di luar alokasi anggaran untuk kartu jakarta pintar (KJP) dan gaji guru.
Dikhawatirkan, jika tunjangan pendidikan ditambah melebihi target yang ditetapan, akan ada pengadaan-pengadaan barang yang tak fungsional seperti kasus UPS tahun 2014.
“Namun, kalau Pusat menginginkan ATK, biaya perawatan kendaraan, dan lain sebagainya diturunkan ya akan kami turunkan,” ujar Heru.
Kendati demikian, Heru tetap merekomendasikan agar Pemprov tetap memenuhi pengadaan komputer dan printer serta ATK yang dibutuhkan.
“Untuk ATK akan kita lihat, kita kan ada gedung baru di Jati Baru. Itu setiap lantai membutuhkan komputer. Lalu di kantor kelurahan juga membutuhkan printer untuk mengoptimalkan pelayanan. Kita lihat efisiensi bukan nilai rupiah, tetapi kebuthannya,” ujar dia.
Bila Pemprov memenuhi kebutuhan ATK tahun ini, Heru memastikan tak akan ada lagi pengadaan komputer pada 2016 agar efektif dan efisien.
Tunjangan Uang Muka
Setelah menimbulkan gejolak di masyarakat, kabrnya Perpres No 39/2015—tentang Perubahan Atas Perpres No 68/2010 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka Bagi Pejabat Negara Untuk Pembelian Kendaraan Perorangan—akan dicabut. Perpres tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 20 Maret 2015 silam.
Perpres itu menaikan tunjangan uang muka pembelian setiap mobil bagi pejabat negara yang ditanggung negara sebanyak Rp 94,24 juta menjadi Rp 210,80 juta.
Pejabat-pejabat yang mendapat fasilitas ,antara lain Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Hakim Agung, Mahkamah Agung, Hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dan Anggota Komisi Yudisial.
Perpres ini hanya mengubah Pasal 3 Ayat (1) Perpres No. 68/2010 yang menyebutkan fasilitas uang muka diberikan kepada pejabat negara sebesar Rp 116.650.000, maka dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 diubah menjadi senilai Rp 210.890.000.
Besaran nilai fasilitas tersebut termasuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 13 Februari 2015.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...