Istana Jiwa, Karya Penyintas Putu Oka Sukanta tentang Kudeta 1965
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penulis buku dan penyair Dewi Nova Wahyuni mengemukakan novel sejarah ‘Istana Jiwa’ karya penyintas ’65 Putu Oka Sukanta mengulas ragam pandangan peristiwa 1965-1966 dari aspek geo-politik.
“Novel Istana Jiwa karya Putu Oka Sukanta mengambarkan situasi menjelang, saat, dan sesudah berlangsungnya kudeta 1965. Situasi itu kemudian lebih subtil lagi dituturkan melalaui tokoh-tokoh perempuan seperti Maria atau Ria, aktivis Consentrasi Gerakan Mahasiwa Indonesia (CGMI) dan anak dari Bung Rampi, anggota parlemen dan penulis Koran Harian Ekonomi berhaluan kiri,” kata Dewi Nova Wahyuni dalam diskusi novel sejarah ‘Istana Jiwa, Langkah Perempuan di Celah Aniaya’ di Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) Jakarta pada pekan lalu.
Selain mengisahkan konflik antara Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan CGMI, Dewi Nova Wahyuni juga menyebutkan novel itu dilatari tokoh Maria yang saat itu akan merayakan hari lahir Partai Komunis Indonesia pada 23 Mei. Partai yang diyakini membawa jalan perubahan terbaik, tetapi kemudian mudah ditelikung dan dibumihanguskan. Bulan Mei pun menjadi bulan penuh kesakitan, kekecewaan, sekaligus penanda perempuan ketika terjadi perampasan di dalam keluarga, partai, masyarakat dan negaranya saat kudeta 1965 terjadi.
Endriani dari IKa menyebutkan acara diskusi ini novel sejarah ‘Istana Jiwa’ ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Terus Melangkah 75 tahun Putu Oka Sukanta pada Agustus mendatang.
Dia mengatakan kegiatan ini diadakan sekaligus sebagai “Pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk korban tragedi 1965. Karena itu merupakan salah satu fokus kerja IKa sebagai lembaga hak asasi manusia.”
Selain menulis ‘Istana Jiwa’ yang diterbitkan bersama Lembaga Kreatifitas Kemanusiaan (LKK) dan Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER), Putu Oka Sukanta juga dikenal sebagai aktifis penanggulangan HIV/AIDS dan ahli akupuntur.
Laki-laki kelahiran Singaraja Bali ini aktif di Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) sehingga menjadi tahanan pada masa Orde Baru pada 1966 hingga 1976 di Jakarta dan Tangerang tanpa pernah diadili.
Beberapa bukunya sudah diterbitkan dalam bahasa Inggris, Jerman dan Perancis. Cuplikan novelnya, Leftover Soul, ditampilkan dalam Manoa: A Pacific Journal of International Writing. Karya-karyanya dimuat dalam beberapa antologi internasional seperti Indonesian Contemporary Poetry (Indonesia 1963), This Prison Where I Live (London 1966), Voice of Cosciences (USA 1955), Bali Behind the Scene (Australia 1997), Silences Voices (Hawaii 2000), Menagerie IV (Indonesia 1998), dan Another Kinds of Paradise (Boston 2008). Selain itu dia juga memproduksi film-film dokumenter bertema 1965-1966 dan menerima Hellman/Hammet Award pada 2012 sebagai penghargaan atas komitmennya dalam hal kebebasan berekspresi dan keteguhan menghadapi persekusi.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...