“Iuran 1 Miliar Munas Golkar itu Inovasi Kreatif Terbuka”
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Saut Situmorang, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menanggapi pro dan kontra dalam tubuh Partai Golongan Karya (Golkar), hari Rabu (4/5), mengenai iuran wajib Rp 1 milyar dalam perhelatan Musyawarah Nasional Golkar (Munas Golkar).
Menurutnya, iuran wajib Rp 1 miliar yang dibebankan pada bakal calon Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar merupakan inovasi kreatif terbuka.
“Itu inovasi kreatif terbuka yang diharapkan mendorong nilai-nilai yang akan mereka bangun, dimana ada nilai gotong royong di dalamnya. Harapannya ialah gotong royong itu akan menghasilkan organisasi, kader, serta pengurus yang memiliki karakter dan integritas dalam membangun daya saing,” kata Saut.
Saut melihat hal tersebut merupakan bentuk gotong royong dan tanggung jawab bersama yang tetap harus dilaksanakan secara transparan.
“Gotong royong dan tanggung jawab bersama ini sebaiknya kolektif kolegial dan transparan, jadi siapa pun nanti yang kalah tetap merupakan bagian yang utuh dengan yang menang,” katanya.
Ia melihat peradaban pimpinan partai politik yang seperti ini akan membuat iklim politik menjadi sejuk dan akar rumput menjadi lebih beradab sehingga ke depannya akan lebih maju.
“Praktis, kita bisa lebih cepat maju, karena akar rumput paham hak dan kewajiban, seperti membayar pajak, karena iklim politiknya minim transaksional,” ujar Saut.
Ketika ditanya mengenai ada tidaknya kemungkinan akan menjadi money politik, Saut mengatakan tergantung dari permaksudannya.
“Dalam pandangan saya, tergantung permaksudannya. Kalau ngumpul uang itu jadi bagian membeli suara dengan penggiringan dimana nilai-nilai demokrasi jadi tidak bebas, tidak jujur, dan tidak adil, maka itu namanya tranksaksional. Namun, kalau dana itu digunakan untuk sewa sound system, makan siang, tiket anggota, penginapan, cetak materi, dan lain-lain, itu yang saya maksud gotong royong. Termasuk mendidik kader dibawah untuk melakukan hal yang sama, tapi kalau dana itu berasal dari sumber-sumber memiliki unsur korupsi itu lain hal,” tutur Saut.
Saut menegaskan bahwa politik memang membutuhkan biaya atau dana.
“Jelas politik itu cost, tapi yang tidak direkomendasikan adalah kalau uang dijadikan dasar kebijakan memutuskan kebijakan. Jadi, peserta munas yang diberi tiket, tapi turut mendorong kebebasan dengan membiarkan setiap kandidat ketua bebas mengemukakan program dan pemilik suara memilih dengan bebas, itu bukan money politik. Ini berbeda konteks dengan Pilkada,” ucap Saut.
Dikatakan oleh Saut, “Jelas sulit mengelola organisasi tanpa dana yang cukup.”
“Dengan iuran masing-masing kandidat itu secara terbuka bisa diaudit dan semua kandidat memiliki modal yang sama. Harapannya, tidak ada main mata lagi di luar iuran agar fair. Main mata di luar iuran itu mungkin yang lebih sesuai disebut dengan money politik,” ia menambahkan.
KPK, dikatakan oleh Saut, tidak diperbolehkan mengawasi partai politik.
“Kita tidak boleh mengawasi partai politik. Kita bukan komisi etik partai politik. Kalau untuk datang ceramah untuk mendukung terbangunnya identitas atau karakter antikorupsi itu baru bisa,” katanya.
Hal ini cukup menjawab pertanyaan yang banyak beredar, yakni, apakah KPK akan mengawasi Munas Golkar?
Editor : Bayu Probo
Bethlehem Persiapkan Natal, Muram di Bawah Bayang-bayang Per...
BETHLEHEM, SATUHARAPAN.COM-Nativity Store di Manger Square telah menjual ukiran kayu zaitun buatan t...