Iuran BPJS Naik, Timbul Pro Kontra
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Isu rencana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terkait kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menuai pro dan kontra. Hal ini diduga berkaitan dengan defisit anggaran yang diklaim BPJS Kesehatan.
Menanggapi hal tersebut, anggota komisi IX DPR RI, Hamid Noor Yasin, mengatakan, anggaran BPJS harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik demi transparansi anggaran
“Pelaksanaan JKN oleh BPJS Kesehatan, yang katanya mengalami defisit, perlu dilakukan audit untuk mengetahui duduk persoalan agar lebih transparan dan akuntabel,” ujar anggota fraksi PKS itu. Apalagi, BPJS berencana akan menaikan iuran PBI (penerima Bantuan Iuran) pada 2016 mendatang.
Hamid menambahkan, Kemenkes dan BPJS Kesehatan perlu menjelaskan kepada publik tentang dasar kenaikan iuran tersebut. Pasalnya, layanan kesehatan bagi pasien miskin ini masih jauh dari memuaskan.
Meskipun demikian, Hamid setuju atas rencana kenaikan iuran bagi masyarakat miskin agar biaya kesehatan peserta PBI bisa lebih teratasi. “Berapa pun anggarannya asal diperuntukkan untuk pelayanan dan kesejahteraan masyarakat miskin akan kita dukung maksimal di DPR,” ujar mantan anggota DPRD Wonogiri itu.
Hal berbeda disampaikan anggota komisi IX DPR RI dari fraksi Nasdem, Irma Suryani. Menurutnya, layanan dan sarana kesehatan harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum mendahulukan kenaikan iuran. “Seharusnya, BPJS Kesehatan jangan bicara soal kenaikan iuran dulu. Benahi distribusi kartu, pembaruan data, dan pelayanan kepada masyarakat yang masih amburadul.”
Pernyataan tersebut disampaikan berdasarkan temuan di dapilnya. Irma mengungkapkan, masyarakat di Desa Kuripan, Muara Enim, Sumatra Selatan, sama sekali belum menerima PBI dari BPJS Kesehatan. Ini menjadi hal penting bagi BPJS Kesehatan setempat. “Saya tidak setuju ada kenaikan jika kinerja BPJS tidak jelas dan tidak berprestasi.”
Pada 2016, BPJS Kesehatan akan menaikkan iuran bagi warga miskin penerima fasilitas PBI, mulai dari 19.225 rupiah menjadi 27.500 rupiah. Badan kesehatan ini mengalami defisit anggaran sehingga harus menggunakan dana cadangan yang ada. Selama 2014, iuran yang terkumpul sebesar 41,06 triliun rupiah, sedangkan pengeluarannya sebesar 42,6 triliun rupiah. (dpr.go.id)
Editor : Bayu Probo
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...