Iwan Jaya Azis Cemas Lonjakan Utang Swasta Mirip Krisis 98
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Setelah Anwar Nasution, satu lagi guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang kredibilitasnya terpandang dan reputasinya diakui mengungkapkan kritik dan kekhawatira terhadap perekonomian Indonesia. Iwan Jaya Azis, profesor yang selama 15 tahun mengajar di Amerika Serikat dan tahun lalu kembali ke Indonesia, mengatakan ia cemas dan kecewa melihat keadaan Indonesia saat ini.
"Ini cerita yang sama -- saya tidak melihat perubahan apapun. Itu sebabnya saya tidak punya alasan untuk optimis," kata Iwan Jaya Azis, yang saat ini mengajar di Universitas Indonesia dan dulu merupakan dosen dari Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro dan Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo.
"Sekarang ini keadaan lebih buruk. Dunia sekakan tidak saling berhubungan," kata dia dalam wawancara yang dilansir oleh Bloomberg, hari ini (16/9).
Di antara hal-hal mengganggu Iwan Jaya Azis dari pemerintahan Joko Widodo adalah pendekatan yang semakin proteksionistis terhadap perdagangan dan investasi, kebijakan ala sandal jepit pemerintah, dan penumpukan utang luar negeri swasta yang mengingatkan pada pola sebelum krisis keuangan Asia 1997-1998.
Ia melihat Indonesia sebagai pasar yang besar dengan populasi terbesar keempat di dunia, gagal memasukkan diri dalam rantai pasokan manufaktur global seperti yang dilakukan oleh Vietnam dalam industri elektronik. Vietnam telah memikat miliaran dolar investasi dari Samsung Electronics Co antara lain, yang kemudian memicu ekspor.
Sebaliknya, kata Iwan Jaya Azis, profesor yang kini berusia 62 tahun dan sebelumnya bekerja di Bank Pembangunan Asia dan mengajar di Cornell University di negara bagian New York, ekonomi Indonesia tetap tergantung pada sumber daya alam dan industri perakitan.
Ia juga mengingatkan bahwa sistem keuangan saat ini rentan seiring dengan nilai tukar rupiah yang terus melemah karena lonjakan utang swasta dalam mata uang asing. Menurut dia, kredit bermasalah akan meningkat. "Saya khawatir tentang bank kecil dan menengah," kata dia.
Menurut dia, "Tidak ada yang benar-benar memperhatikan bahaya" selama periode pertumbuhan yang lebih cepat pada sekitar tahun 2006, ketika harga komoditas menguntungkan ekspor Indonesia.
Kendati demikian, Iwan Jaya Azit tidak dapat memperdiksi kapan krisis akan terjadi. "Saya tidak bisa memprediksi kapan krisis akan datang," kata Azis. "Saya katakan di kelas saya bahwa krisis tidak dapat diprediksi -. Tapi dapat dijelaskan."
Ia mengatakan berencana untuk kembali ke Cornell, dan "satu-satunya harapan saya adalah presiden (Joko Widodo) sendiri," atas komitmennya terhadap reformasi.
Pandangannya yang pesimis dibantah oleh Fauzi Ichsan, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merangkap Plt Kepala Eksekutif. Ia mengatakan bahwa Indonesia telah memperkuat sistem perbankan dan tahan terhadap risiko. Standar modal perbankan juga sudah lebih kuat, dan dana asuransi deposito kini jauh lebih besar daripada yang ada selama krisis keuangan global beberapa tahun yang lalu.
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...