Jaksa Farizal Terancam Diberhentikan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Inspektur Muda Bagian Kepegawaian Kejaksaan Wito menyatakan jaksa Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat Farizal terancam diberhentikan karena perbuatannya menerima hadiah terkait kasus yang ia tangani.
"Kalau terbukti ya diberhentikan," kata Wito saat mengantarkan Farizal menjalani pemeriksaan di gedung KPK Jakarta, Rabu (21/9).
Farizal yang datang sekitar pukul 12.00 WIB itu tidak menggunakan seragam kejaksaan dikawal oleh enam orang jaksa dengan seragam korps Adhyaksa tersebut. Namun Farizal tidak berkomentar apapun mengenai pemeriksaannya di KPK tersebut.
"Terkait perilakunya sedang kita lakukan klarifikasi, semua yang di Sumbar seperti yang disampaikan Pak Jamwas (Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan) dan Jaksa Agung sudah dimintai keterangan tapi karena beliau datang malam sekitar jam 12, dia datang sendiri maka akhirnya kita ajak istirahat dulu, kasihan dia," ungkap Wito.
Namun hingga saat ini Kejaksaan belum membuat kesimpulan dari hasil pemeriksaan tersebut.
"Kalau terbukti nanti sesuai PP 53," tambah Wito.
Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 yang dimaksud mengatur tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
"Hari ini berdasarkan hasil koordinasi antarsesama penegak hukum tujuannya sama-sama untuk memberikan solusi terbaik yaitu mengantarkan ke KPK untuk diperiksa sebagai saksi selanjutnya perkembangannya akan diperiksa dan perkembangan tergantung KPK," jelas Wito.
Namun menurut Wito, Farizal baru diperiksa sebagai saksi di KPK, bukan sebagai tersangka. Hal ini berbeda dengan pernyataan Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha yang menyatakan KPK meneriksa Farizal sebagai tersangka.
Farizal adalah tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengurusan kuota gula impor yang diberikan oleh Bulog kepad CV Semesta Berjaya tahun 2016 untuk provinsi Sumatera Barat.
Ia diduga menerima Rp 365 juta dalam empat kali penyerahan dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto yang menjadi terdakwa kasus dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton.
Sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga betindak seolah sebagai pensihat hukum Xaverius seperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi yang menguntungkan Xaveriandy.
Kasus ini juga melibatkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman yang diduga menerima Rp 100 juta agar bersedia mengusahakan penambahan kuota gula impor untuk CV Semesta Berjaya dengan imbalan sejumlah uang per kilogram gula.
Xaveriandy dan istrinya Memi disangkakan berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 201 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
Sedangkan Irman Gusman dan Farizal disangkakan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar. (Ant)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...