Loading...
SAINS
Penulis: Kartika Virgianti 15:07 WIB | Selasa, 27 Agustus 2013

Jam Kerja Lebih Singkat Tidak Berarti Karyawan Lebih Bahagia

ilustrasi: healthregards.com

SEOUL, SATUHARAPAN.COM – Korea Selatan, pada 2004, menerapkan Kebijakan Kerja Lima Hari. Ini membuat hari Sabtu merupakan hari non-kerja resmi dan membuat jam kerja mingguan di Korea Selatan menjadi 44-40 jam.

Maksudnya adalah orang memiliki lebih banyak waktu untuk bersantai, ekonomi negara dari tempat-tempat wisata akan berkembang, dan pekerja tidak lagi terlalu dilelahkan oleh kerja. Mungkin mereka juga terhindar dari tingginya tingkat cedera kerja.

Namun, kebijakan ini tidak seluruhnya benar. Robert Rudolf, peneliti di Universitas Korea di Seoul, melakukan survei nasional yang disebut Panel Survei Pendapatan dan Buruh Korea. Survei dilakukan kepada rumah tangga perkotaan di Korea, dilakukan pada 1998-2008.

Menurut mereka yang disurvei, kebijakan tersebut ternyata tidak membuat tingkat kepuasan hidup meningkat, laki-laki atau perempuan. Namun, responden perempuan melaporkan menyukai jam kerja yang sedikit lebih panjang. Perempuan cenderung lebih berjuang untuk menyeimbangkan beban kehidupan kerja. Maka, mereka kurang melihat manfaat dari berkurangnya jam di tempat mereka bekerja.

Bagaimanapun memiliki jam lebih di rumah dapat mengimbangi stres yang lebih besar dari tempat kerja. Jam kerja memang jadi lebih sedikit, tetapi tuntutan hidup tetap tidak berubah atau mungkin meningkat. Jam kerja berkurang, maka orang bisa lebih banyak bermain dan santai. Akan tetapi, hal ini belum tentu.

Penelitian yang juga dipublikasikan secara online dalam Journal of Happiness Studies, menunjukkan bahwa jam kerja lebih pendek tidak terlalu memberikan manfaat yang mereka harapkan. Bahkan, stres kerja juga tidak berkurang bahkan saat jam produksi dipotong. Lebih dari itu, hari kerja yang lebih pendek dalam seminggu tampaknya seperti kurang dirasakan manfaatnya menurut perspektif kepuasan pekerja.

Jadi apakah hari kerja yang lebih lama tidak terlalu buruk? Hal ini juga masih belum begitu jelas. Tapi, jawabannya mungkin tergantung pada jenis pekerjaan yang kita lakukan. Jika Anda seorang pekerja kreatif, makan siang dengan rekan kerja dan berkegiatan sosial saat istirahat dapat menjadi sebuah keuntungan. Sedangkan hal yang sama tidak berlaku jika Anda seorang akuntan dan perlu fokus dan memperhatikan hal detail.

Jam kerja juga sangat dipengaruhi oleh budaya. Di Amerika Serikat, orang umumnya dianjurkan untuk mengambil istirahat makan siang selama hari kerja untuk meredakan ketegangan. Kebijakan di Korea Selatan tersebut berharap bisa mengatasi ketegangan yang dirasakan pekerja. (healthland.time.com)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home