Loading...
INSPIRASI
Penulis: Endang Hoyaranda 05:45 WIB | Senin, 30 Maret 2015

Jangan Mencuri!

Apakah saya mencuri hak orang lain, jika saya melakukannya?
Bapak Pendiri Singapura (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Bapak Pendiri negeri Singapura, Mr. Lee Kuan Yew, baru saja mangkat. Ia seperti lampu suar bagi penduduk salah satu negara terkecil dunia, namun tercatat sebagai negara kaya. Ia yang meletakkan dasar-dasar nilai berbangsa untuk rakyatnya. Bagi dia Singapura adalah seperti miliknya, ia mendirikan dan membesarkan bahkan menjadikannya seperti sekarang. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang memiliki tekad, integritas, keberanian, kemampuan dan keinginan seperti Mr. Lee untuk membangun Singapura sehingga menjadi negara yang sangat powerful.

Banyak hal sederhana, namun prinsipiel yang dicetuskan dan diterapkannya di negaranya, yang dengan konsisten dan tanpa kompromi dijaganya, seperti: penggunaan bahasa bersama, bukan bahasa Melayu, Mandarin atau India, mengikuti suku bangsa yang ada di sana, melainkan Ingris. Prinsip kebinekaan yang kemudian melahirkan prinsip kesetaraan hingga kini menjadi kekuatan Singapura.

Satu hal lain sederhana, namun amat potensial dan prinsipiel yang dicetuskan Mr. Lee adalah prinsip JANGAN MENCURI! Sungguh amat mendasar. Dan hukuman yang dijatuhkan atas pelanggarannya, tidak ragu diterapkan oleh setiap penegak hukum. Ayah teman saya, seorang dokter gigi migran dari Batam, pernah dihukum menyapu jalan selama beberapa hari hanya karena membuang selembar tisu di jalan.

Mencuri bisa diartikan banyak hal. Untuk menyebut beberapa saja:

  1. Mencuri barang orang lain: mengambilnya tanpa sepengetahuan atau izin yang empunya. Pemilik barang akan kehilangan ketika ia membutuhkannya, atau ketika ia ingin mengenangnya sebagai pemberian orang yang berharga baginya—baik itu hanya mainan anak yang membuat si anak menangis atau sertifikat tanah. Si pencuri telah mengambil hak pemilik barang tersebut!
  2. Berlalu lintas dengan sembrono adalah pencurian juga—mencuri hak orang lain untuk tenang berkendaraan tanpa harus terancam bahaya atau terancam mencelakakan orang lain. Kakak teman saya baru saja mengalami kecelakaan bersama anaknya yang sedang berulang tahun saat ia mengemudikan motornya karena menghindari motor lain yang berjalan melawan arah. Mereka berdua jatuh dan keduanya patah tulang sedangkan yang melanggar malah selamat. Hak untuk selamat telah direbut oleh pelanggar lalu lintas itu. Bukan hanya rasa sakit dan biaya pengobatan, tetapi juga kehilangan waktu bekerja dan waktu bersekolah. Si pelanggar telah mencuri hak orang lain untuk menjalani kehidupan normal!
  3. Menerima atau meminta komisi yang tidak sah; itu pun pencurian. Mengapa? Karena dengan demikian harga barang yang diperjualbelikan mau tak mau harus dinaikkan demi menanggung komisi tidak sah itu. Kita sering mendengar cerita di balik pembelian barang yang dinaikkan harganya hingga ribuan persen demi memenuhi permintaan mereka yang harus diberi komisi.
  4. Sebagai pegawai, tidak memenuhi jam kerja yang ditentukan, atau sengaja bekerja lamban sehingga waktu yang diperlukan menjadi panjang; itu pun pencurian. Korupsi waktu, demikian istilah yang digunakan. Pemberi kerja menerima komitmen yang rendah karena pekerja tidak melaksanakan pekerjaan sesuai hak dan kewajibannya.
  5. Mencuri hak orang lain melalui perbuatan korupsi: anggaran belanja digelembungkan untuk memperkaya diri atau golongan sehingga dana yang sejatinya dapat digunakan untuk menumbuhkan satu perkampungan, hanya dapat dibelanjakan seperseratusnya atau bahkan kurang sehingga masyarakat tidak bisa menikmati kemajuan yang sesungguhnya menjadi haknya. Si Koruptor telah mencuri hak rakyat untuk menjadi sejahtera!

Daftar di atas masih dapat diperpanjang. Tetapi, dalam kalimat JANGAN MENCURI telah termaktub sebuah makna yang mendalam. Dalam setiap tindakan, kita cukup bertanya dalam hati:  ”Apakah saya mencuri hak orang lain, jika saya melakukannya?Sekalipun tidak selalu menerima hukuman setimpal seperti di Singapura, prinsip ”tidak mencuri” pasti membawa kedamaian hati.

Bapak Lee memang jitu memilih prinsip berbangsa, dan konsisten dalam menerapkannya. Selamat jalan, Bapak Singapura!

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home