Jangan Menyerah Karena Tangan yang Tergores!
Masalah terbesar dalam hidup kita justru berasal dari dalam diri kita.
SATUHARAPAN.COM – ”Nggak mau… pokoknya enggak mau…” seru saya dalam hati ketika melihat apa yang harus saya lakukan saat itu. Dari atas gedung, saya harus meluncur dengan seutas tali. Namun, setelah ditunda dengan berbagai alasan, giliran saya pun tiba, dengan hati berdebar-debar, berbagai peralatan dipasang, dan meluncurlah saya sambil memejamkan mata. Tiba-tiba dalam sekejap, kaki saya menjejak tanah , saya membuka mata sambil terhuyung, melihat kedua tangan saya berdarah tergores tambang.
Kejadian itu ternyata mengubah pandangan hidup saya. Tidak ada gedung yang terlalu tinggi untuk diluncuri selama kita melakukannya dengan tepat. Dengan tangan yang terluka, saya kembali ke atas gedung, minta untuk melakukannya sekali lagi… dengan mata terbuka (tentu saja saya tidak memberitahu teman-teman dan para pembina, kalau sebelumnya saya memejamkan mata). Kali ini saya melakukan semua instruksi dengan teliti, menenangkan detak jantung saya, memandang ke bawah, memfokuskan pikiran saya pada tempat pendaratan, mulai meluncur… dan saya mendarat dengan sunggingan senyum yang lebar.
Pengalaman selama tiga hari di Binawarga, Cipayung, Bogor, dalam program P321 (program pelatihan kepemimpinan abad 21 yang digagas oleh Pdt. Robby I. Chandra), 25 tahun yang lalu, menjadi sebuah momentum dalam hidup saya.
Kunci dalam pemecahan masalah adalah melawan ketakutan dalam diri kita sendiri. Masalah terbesar dalam hidup kita justru berasal dari dalam diri kita. Merasa tidak bisa, merasa tidak layak, merasa tidak mampu, merasa tidak punya apa-apa, merasa tidak dianggap, merasa tidak bergaya, merasa tidak disayang, merasa menderita, merasa terluka, dan masih banyak lagi.
Dan memang kemudian, hidup pun bergulir seiringnya waktu. Masa-masa SMA berganti dengan kuliah, masa kuliah berganti dengan masa bekerja, masa bekerja pun berganti dengan kesibukan dalam rumah tangga. Masalah datang silih berganti, namun pengalaman meluncur dari atas gedung itu terpatri dalam hati saya. Tidak ada soal yang terlalu sulit untuk dipecahkan, selama kita berani untuk fokus dan mempelajarinya. Jangan menyerah karena tangan yang tergores!
Walaupun kalau diingat kembali, ada saat di mana saya diberi kesempatan untuk membuat rencana hidup 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun dari saat itu… ternyata setelah dibandingkan berbeda jauh dengan kenyataannya. Akan tetapi, satu hal yang selalu saya ingat: ”Masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang” (Ams. 23:18).
Selamat menjalani babak baru sebagai Pendeta Emeritus, Pak Robby! Suatu anugerah mendapatkan kesempatan belajar dari Bapak sejak masa muda saya. Pengalaman di Cipayung hari itu telah menjadikan saya sekarang ini.
Editor : Yoel M Indrasmoro
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...