Jansen Sinamo: Danau Toba Perlu Revolusi Mental
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Motivator dan Guru Etos asal Sumatera Utara, Jansen Hulman Sinamo mengatakan perlunya revolusi mental untuk pembangunan menyeluruh terhadap kerusakan lingkungan maupun sosial budaya di Danau Toba.
“Persoalan Danau Toba (suku Batak pada khususnya) boleh dibilang masalah mentalitas, 40 tahun terakhir ini mentalitas Batak yang mengemuka adalah konsumtif, pragmatis, eksploitatif, maka Danau Toba habis-habisan dikonsumsi tanpa upaya pelestarian. Mentalitas konsumtif Batak bisa dilihat dari pesta-pesta warganya yang tinggal di Jakarta,” ucap Jansen dalam acara yang diselenggarakan atas kerja sama Yayasan Pencinta Danau Toba dan Universitas Kristen Indonesia (UKI) di FK UKI, Cawang, Jakarta Timur, Senin (6/10), bertema “Revolusi Mental Menyongsong Satu Abad Pembangunan Danau Toba Menuju Kota Berkat” di Atas Bukit.
Fakta politik waktu pilpres bahwa suara di kawasan danau toba mencapai rata-rata mencapai 90 persen untuk pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK), jauh lebih tinggi dibandingkan daerah asal Jokowi yaitu Solo, Jawa Tengah.
Danau Toba diketahui kondisinya semakin rusak, justru sejak adanya otonomi daerah. Maka, ini kesempatan emas bagi pemerintahan mendatang untuk mengubah daerah yang telah menaruh harapan besar kepada pasangan ini.
Jansen kemudian mengumpamakan contoh revolusi mental yang sepetatutnya ditiru bangsa ini, yaitu yang dilakukan PT Askes. Pada 2001 organisasi ini sangat jelek, sampai diancam tidak boleh ikut lagi dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan di Indonesia, lalu Dirut PT Askes pada saat itu, I Gede Subawa, merumuskan empat hal revolusi mental, yang ternyata hanya butuh 3-4 tahun untuk mengubah mentalitas mereka. PT Askes bukan hanya berhasil survive, tetapi juga menjadi asuransi yang ditunjuk pemerintah. Jadi PT Askes adalah success story revolusi mental di bidang korporasi.
Tetapi Jansen optimistis bahwa Danau Toba juga bisa diubah, jika masyarakat Batak bisa melakukan revolusi mental yang pertama kali digagas Bung Karno (sejak 1956) yakni pertama, berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) dalam arti mandiri, kedua gotong royong, ketiga melayani, sebagaimana negara itu eksis, maka negara itu sendiri harus melayani warganya.
Bagi seorang Bung Karno, Indonesia perlu mengubah mental karena sebelumnya merupakan bangsa jajahan yang semuanya diatur pemerintah penjajah, namun kini Indonesia telah menjadi bangsa yang merdeka.
“Warisan terburuk dari bangsa terjajah adalah mentalitasnya,” tegas Jansen.
“Ada beberapa hal yang bisa menjadi indikator perubahan mental itu sendiri, antara lain masyarakat Batak bisa menjadi ramah lingkungan, ramah terhadap pariwisata, dan profesional dalam urusan-urusan lain,” ungkap Jansen.
Jansen merupakan editor buku “Revolusi Mental: dalam Institusi, Birokrasi, dan Korporasi”, di mana ada 23 penulis yang merupakan tokoh masyarakat, beberapa di antaranya adalah Joko Widodo, Indra K. Muhtadi, Yudi Latif, Radhar Panca Dahana, dan tokoh masyarakat lainnya.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...