JATAM: 24 Perusahaan Pengeruk Batubara Disokong Sekuritas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) melaporkan 24 perusahaan tambang Batubara yang mendapatkan dana dari lembaga keuangan atau sekuritas sebagai penyokong biaya pengerukan Batubara di Indonesia. Perusahaan-perusahan Batubara itu selain diberikan pinjaman atau sekuritas dari Bank Asing dan Bank Nasional ternyata memiliki sejumlah masalah dan membawa dampak buruk bagi masyarakat dan kerusakan lingkungan, serta ekonomi sosial budaya di lingkar pertambangan.
Oleh karena itu, Jatam yang tergabung dalam LMN (London Mining Network) mendesak, otoritas bursa saham dunia, khusunya di Inggris untuk melakukan pengetatan pengawasan dan membentuk financial conduct authority (FCA), semacam badan otoritas pengawasan yang bertugas mengawasi dan memastikan perusahaan yang terdaftar dan bertransaksi dalam bursa saham London dapat bersih dari kejahatan HAM, Lingkungan, dan pelanggaran Hukum.
Dalam laporan itu, Jatam juga merekomendasikan agar bursa efek Indonesia (Indonesia stock Exchange) membuat panel ahli dan menerapkan pengawasan atas kegiatan perusahaan tambang batubara yang berperilaku buruk di daerah mereka beroperasi.
24 Nama Perusahaan Diurutkan Sesuai Abjad
Berikut ini 24 perusahaan (urutan sesuai abjad) yang dilansir dari peluncuran laporan Deadly Coal Series II JATAM, berjudul “Mengongkosi Penghancuran: Potret Pembiayaan Pengerukan Batubara di Indonesia”, pada Kamis (28/11) di Retro Cafe, Pancoran, Jakarta.
1. PT. Adaro Indonesia. Tahun 2008, PT Adaro Indonesia terbelit kasus skandal pajak dan transfer pricing yang kontroversial. Adaro memiliki area konsesi pertambangan batubara seluas 35 ribu hektare, terletak di Kabupaten Tabalong dan Balangan, provinsi Kalimantan Selatan.
Menurut Jatam, area konsensi Adaro terbagi atas tiga situs, yakni Paringin, Wara, dan Tutupan. “Di akhir masa kontrak pada 2022 nanti, Adaro akan meninggalkan setidaknya tujuh danau raksasa dengan total luas mencapai 2.647 hektare dengan tingkat kedalaman bervariasi hingga 100 meter,” tulis laporan Jatam pada halaman 8.
Sejak 2010, saat peningkatan produksi dilayangkan perusahaan, protes telah disampaikan kepada pemerintah agar menunda persetujuan peningkatan produksi dan amdal jika Adaro belum memastikan rehabilitas kawasan sebelumnya. Terakhir Maret 2013 yang lalu, PT. Adaro Indonesia membangun jalan hauling pertambangan batubara yang menjadi masalah lingkungan besar karena hal tersebut telah menyebabkan alirian air Sungai Marim atau Sungai Jaing putus dan air tidak dapat mengalir lagi ke kolam perikanan milik warga.
2. PT. Arutmin. Kasus pengemplangan pajak yang dilakukan Arutmin untuk mengurus sunset policy (penghapusan sanksi) dengan melibatkan Gayus Tambunan sebagai tersangka terkait pembuatan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPT) pada periode 2005-2006. Selain itu, pengemboman (blasting) yang menjadi rangkaian kegiatan pertambangan dilakukan PT Arutmin membuat keresahan warga di dua Desa, yaitu Desa Papaan dan Gunung Batu Besar, Kecamatan Sampanahan, Kota Baru.
3. PT. Berau Coal. Tambang Berau Coal ada di tiga kelurahan di Kabupaten Berau, yaitu Sei Bedungun, Gunung Panjang, dan Rantau Panjang. Warga memprotes perusahaan karena jarak tambang yang sangat dekat pemukiman tersebut.
Sementara itu, informasi pinjaman/sekuritas Jatam menyebutkan, PT. Berau Coal mendapatkan pinjaman dari berbagai bank secara bertahap, sebesar 400 ribu dollar Amerika Serikat, 2.683 dollar Amerika Serikat. Fasilitas kredit investasi sebesar 5.000 dollar Amerika Serikat dan untuk aset pembiayaan perusahaan mendapat pinjaman 3.000 dollar Amerika Serikat.
4. PT. Indominco Mandiri (PT. Indo Tambang Megah Raya). Pada 2010, aksi warga dengan memblokir jalan utama keluar-masuk perusahaan dilakukan karena persoalan sengketa lahan yang berlarut-larut dan tak kunjung selesai. Terakhir pada 2012, dua warga Desa Santan Ulun ditangkap aparat atas laporan perusakan mobil perusahaan PT Indominco.
“Kasus ini bermula dari perusakan tanam tumbuh milik masyarakat di Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) oleh oknum suruhan perusahaan. Tak ada ganti rugi terhadap masyarakat sehingga lahan dirampas untuk dijadikan wilayah konsesi tambangnya,” tulis Jatam pada halam 9.
Menurut laporan itu, bahkan perusahan melanggar (hukum) karena tidak mau menggunakan regulasi tanam tumbuh pemerintah kabupaten Kukar karena lokasinya masuk wilayah Kutim. Selain itu, surat yang dikirimkan untuk menyelesaikan masalah ini pun tidak ditanggapi saat ini oleh perusahaan.
5. PT. Bukit Asam Tbk. Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
6. PT. Kideco. Pada tahun 2009, Presdir PT Kideco Jaya Agung, Kim Dal Soo menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan lahan cagar alam seluas 11,7 ha untuk penampungan limbah dan penumpukan batubara, karena melanggar UU Kehutanan No. 43 tahun 2009 serta UU tentang Kawasan Konservasi Sumber Alam Hayati dan Ekosistem. Namun, di PN Tanah Grogot, Kim Dal Soo divonis bebas karena tidak memiliki cukup bukti, kemudian Jaksa melakukan kasasi ke MA dan pada akhir januari 2013 MA menjatuhkan vonis satu tahun penjara.
Bahkan dalam sektor keselamatan PT. Kideco telah terjadi lima kasus fatality (kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia), terakhir pada Juni 2010 sebuah Dump truk yang sedang memuntahkan muatan terguling sehingga operatornya tewas akibat kecelakaan. Sebelumnya pada tahun 2003, tiga kasus fatality terjadi berturut-turut selama tiga bulan.
7. PT. Kaltim Prima Coal. Serangan brutal yang dilakukan KPC melalui pasukan Brimob yang bekerja atas kepentingan Thiess dan perusahaan, akibat dari kekerasan tersebut dua puluh pekerja tambang dipukuli dengan brutal dan harus dirawat di rumah sakit. Serta dua belas lainnya segera ditahan dan keesokan harinya polisi militer meringkus empat pimpinan serikat pekerja dan memenjarakan mereka.
“Tak hanya dalam kebrutalannya kepada pekerjanya, KPC juga memiskinkan dan merampok kesejahteraan warga Kaltim, suramnya masa depan Kutai Timur tergambar dari perampokan energi oleh perusahaan. Dari 135 desa yang ada di kabupaten ini, hanya 37 desa yang dapat layanan listrik. Di saat yang sama, untuk mengoperasikan tambangnya, PT KPC menghabiskan 18,9 Megawatt, setara listrik yang mengasupi 21 ribu rumah tangga, atau 42 persen kebutuhan listrik warga Kutai Timur,” tulis Jatam.
Menurut Jatam, pasokan batubara dari PT KPC menerangi 17 Negara di Asia Pasifik, Eropa dan Inggris. Sebaliknya, Kutai Timur dibiarkan gelap merana. “Sungguh sebuah penghinaan akal sehat,” tulis Jatam dalam halaman 11.
Selain kekerasan dan kesejahteraan, belum lama ini perusahaan telah melakukan pencemaran serta kerusakan sungai akibat pembuangan limbah tambang batubara ke sungai sangatta, sehingga menjadi keruh sampai di atas 200 NTU. Bahkan aliran bah dari kolam penampungan setinggi 40-50 cum telah merusak pemukiman warga Jalan Kapur RT 05 Dusun Kabo Jaya, Desa Swargabara, Kecamatan Sangatta Utara.
8. PT. Jorong Barutama Greston (PT. Indo Tambang Megah Raya). Penghentian produksi tambang PT. Jorong Barutama Greston sebagai anak usaha PT. Indo Tambangraya Megah Tbk pada tahun 2010, masalahnya dipicu terkait tumpah tindih dan penambangan ilegal di Desa Asam Asam, Kabupaten Tanah Laut, selain menambang diareal hutan tanpa ada izin pinjaman pakai.
9. PT. Antang Gunung Meratus (Anak Usaha Baramulti Suksessarana). KLH memberikan sanksi terkait pengrusakan lingkungan yang dilakukan perusahaan, dan ditindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi administrasi berupa perbaikan pengelolaan lingkungan hidup.
Sementara itu, informasi pinjaman/sekuritas Jatam menyebutkan, PT. AGM mendapatkan fasilitas pinjaman sebagai modal kerja senilai 25 juta dollar Amerika Serikat.
10. PT. Allied Indo Coal. Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
11. PT. Batubara Bukit Kendi (Anak Usaha PT. Bukit Asam Tbk). Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
12. PT. Lahai Coal (BHP Billiton). Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
13. PT. Juloi Coal. Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
14. PT. Maruwai Coal (BHP Billiton). Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
15. PT. Multi Harapan Utama. Kelalaian penanganan Tanggul dan settling pond MHU bersama Tanito Harum perusahaan tambang batubara lain sepanjang 2010-2011 adalah penyebab banjir bandang yang menenggelamkan 1.650 KK sepanjang bulan Maret hingga April di tahun tersebut.
Sementara itu, informasi pinjaman/sekuritas Jatam menyebutkan, PT. MHU mendapatkan pinjaman untuk pengembangan fasilitas sebanyak 120 juta dollar Amerika Serikat.
16. PT. Gunung Bayan Pratama Coal (Bayan Resources Tbk). 10 Kampung masyarakat Adat dayak Benuaq di Kubar berada dalam kaling perusahaan ini, sejak 2001 masalh muncul mulai Pencemaran sumber air dan tempat keramat suku dayak benuaq. Walaupun PT. Gunung Bayan Pratama Coal dimiliki oleh satu orang terkaya di Indonesia, Low Tuck Kwong, hingga saat ini listrik di Muara Tae hanya bersumber dari PLTD yang hidup mulai jam 18.00-24.00 WITA.
“Sumber bahan bakarnya berasal dari iuran warga Muara Tae sebesar Rp 80.000/ampere yang dibayarkan setiap bulan. Namun, jika mesin PLTD mengalami gangguan, masyarakat menggunakan mesin Jen-set untuk penerangan rumahnya,” tulis Jatam.
Sementara itu, informasi pinjaman/sekuritas Jatam menyebutkan, PT Bayan Recources Tbk induk perusahaan PT. GBPC mendapatkan pinjaman berjangka senilai 950 juta dollar Amerika Serikat dari tujuh bank.
17. PT. Trubaindo Coal (Banpu). Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
18. PT. Borneo Lumbung. Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
19. PT. Indomining (Tobatara). Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
20. PT. Indo Tambang Megah Raya. Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
21. PT. Tanito Harum Energy; PT. Mahakam Sumber Jaya, PT. Santan Batubara, PT. Tambang Batubara Harum, PT. Karya Usaha Pertiwi. Maret 2013 lalu, Tanito harum dipanggil Parlemen Lokal Kutai Kartanegara karena sengketa karyawan dengan perusahaan. “Perkumpulan serikat karyawan mempersoalkan kecilnya perhatian perusahaan atas jaminan kesehatan karyawan dan tingginya resiko kecelakaan kerja,” tulis Jatam.
Sementara itu, informasi pinjaman/sekuritas Jatam menyebutkan, PT. Bayan Resources Tbk induk perusahaan PT. GBPC mendapatkan pinjaman berjangka senilai 950 juta dollar Amerika Serikat dari tujuh bank.
22. PT Internasional Prima Coal (Anak Usaha PT. Bukit Asam Tbk). Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
23. Sindo Resources Pte Ltd, PT. Bubuhan Multi Sejahtera. Lembaga-lembaga keuangan pada perusahaan ini sebagai pemilik saham. Tidak ditemukan darimana pinjaman projeknya.
24. PT. Cipta Kridatama (Anak Usaha ABM Investama Secures). Tidak ada keterangan informasi pinjaman/sekuritas dan masalah.
Batubara Energi yang Membawa Maut
Jatam menilai, batubara melampaui sebuah energi yang kotor dan sekaligus sebagai energi yang membawa maut (Deadly). “Eksploitasi batubara di Indonesia, telah menjadi babak tersendiri dalam cerita panjang penghancuran lingkungan dan sumber penderitaan bagi masyarakat Kalimantan. Berdasarkan laporan World Develeopment Movement (WDM) terkuak bahwa berbagai Bank di Inggris ternyata turut berperan dalam penghancuran tersebut,” kata Jatam.
Jatam berharap, dengan ada laporan Deadly Coal Series II ini maka masyarakat luas dapat memahami secara komprehensif bahaya batubara yang sesungguhnya. Laporan Deadly Coal Series II diterbitkan dalam tiga versi, antara lain peta GIS digital, peta pembiayaan tambang batubara, serta informasi lain terkait batubara yang dapat diakses melalui situs jatam.org.
Editor : Bayu Probo
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...