Java Heat, Isu Pluralisme dalam Balutan Film Aksi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Press Screening film Java Heat karya sutradara anak dan ayah, Conor Allyn dan Rob Allyn baru saja digelar di Epicentrum XXI Kuningan Jakarta Rabu (10/04) kemarin. Film yang digarap dengan kaca mata sinematik Hollywood itu mengangkat isu aktual di Indoneasia, yaitu pluralisme agama. Hal ini antara lain ditujukan untuk memperlihatkan keragaman agama di Indonesia, yang tengah juga menjadi keprihatinan internasional.
Nama Conor Allyn dikenal di Indonesia melaui film trilogi Merah Putih. Karyanya tersebut banyak mendapatkan banyak penghargaan seperti Best Picture, Best Director, dan People’s Choice Awards dalam berbagai ajang festival film.
Kali ini, Allyn memilih seputaran kota Yogyakarta, Jawa Tengah sebagai lokasi syutingnya. Kawasan keraton, dan Kali Code adalah beberapa diantaranya, selainjuga dilakukan di kawasan Candi Borobudur, Magelang.
Film diawali dengan mas bule bernama Jake, yang dibintangi oleh Kellen Lutz. Ia diinterogasi seorang Letnan Hashim, diperankan Ario Bayu dari Densus 88 karena dianggap sebagai saksi mata pemboman oleh teroris. Film berlanjut dengan alur mundur atau flashback pada peristiwa seorang putri kerajaan bernama Sultana yang tewas karena bom bunuh diri. Sultana yang diperankan oleh Atiqah Hasiholan adalah putri dari Sultan Yogyakarta.
Dari situ, teka teki terus berkembang. Hashim menaruh kecurigaan pada Jake yang mengaku berprofesi sebagai asisten dosen asing. Kecurigaan tersebut kian tinggi ketika Hashim melihak Jake mempertahankan diri dalam baku tembak dengan teroris bernama Achmed (Mike Luckok).
Potongan demi potongan teka-teki mulai terkuak. Jasad yang semula diduga Sultana ternyata mayat salah seorang Tiger Lady. Lenyapnya istri dan anak Hashim karena diculik Malik yang dibantu Achmed. Kesepakatan gelap Jendral Sriyono (Frans Tumbuan) yang bersekongkol dan melakukan korupsi dengan Letnan Hashim. Penculikan Jake oleh Hashim dilakukan untuk memulangkan ia ke negara asalnya. Kelicikan Malik, yang dibintangi aktor kawakan Hollywood Mickey Rourke, ternyata berhasil memperdaya sang menteri Keraton Yogya Vizier (Tio Pakusadewo) dan Achmed.
Konflik Achmed dengan Lind, bos sindikat kriminal bawah tanah karena tewasnya Tiger Lady. Sepak terjang Malik yang terlibat konflik Kraton Yogya karena membantu Vizier merebut kekuasaan. Pengkhianatan Malik pada Achmed yang berusaha membebaskan wanita dan anak yang tak bersalah demi menegakkan nilai-nilai agama yang benar.
Kecurigaan yang mewarnai sepanjang aksi laga Hashim dan Jake akhirnya menggiring mereka menemukan motif mencengangkan di balik pengeboman tersebut.
Dalam jumpa pers dengan kru Java Heat, diungkapkan bahwa film ini dibuat dengan riset yang mendalam karena membutuhkan live in di Indonesia kurang lebih lima tahun untuk mempelajari kebudayaan. Hasilnya adalah kolaborasi tradisional dan moderitas juga dapat dengan mudah ditemui sepanjang film tersebut. Terutama dalam penggunaan senjata modern oleh punggawa Keraton.
Selain itu detail penggambaran karakter para pemain dapat dengan mudah diamati melalui simbol dan dialog. Hashim digambarkan sebagai polisi cerdas namun slebor. Jake yang belakangan diketahui sebagai disersi digambarkan kental dengan semper fi nya. Malik yang licik tetapi peduli terhadap budaya lokal. Sultana seorang perempuan muda yang memiliki kedalaman filosofi. Achmed seorang teroris Muslim namun memiliki belas kasih. Semuanya itu dikemas dengan apik.
Dengan riset yang mendalam pula Conor Allyn akhirnya tergerak untuk mengangkat isu pluralitas agama di Indonesia dengan kaca mata Hollywood melalui film Java Heat ini. Hal ini tergambar dalam dialog Hashim dengan bawahannya Anton (Rio Dewanto), Achmed, Malik, bahkan Jake. Lebih jelas lagi ketika adegan Hashim di pelataran Masjid sedang memamdikan jazad Anton yang Nasrani sambil ditungui Jake. Sang sutradara berharap melalui film ini ketidakpercayaan terhadap pluralitas agama dapat di kurangi. Apalagi pluralitas agama terus digempur oleh issu radikalisme agama. Sedangkan bagi Ario Bayu, adegan tersebut mengambarkan hubungan persahabatan yang sesungguhnya melampaui perbedaan agama.
Tradisi kesantunan khas Indonesia seperti mencium tangan juga disisipkan dalam film ini, untuk dipertemukan dengan budaya barat. Keramahtamahan yang selama ini menjadi mitos dan keindahan alami Indonesia juga ditampilkan dalam film yang akan rilis pada 18 April 2013.
Editor : Wiwin Wirwidya Hendra
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...