Jawa Barat Tetapkan Darurat Kekeringan
BANDUNG SATUHARAPAN.COM – Pemerintah Provinsi Jabar, menetapkan status darurat kekeringan hingga Desember 2015. Sebanyak 60.000 hektar dari sekitar 1 juta hektar lahan pertanian di provinsi itu rentan kesulitan mendapatkan air selama musim kemarau.
"Kami menetapkan status ini agar dampaknya bisa segera diantisipasi pemerintah daerah dan masyarakat. Jangan sampai dampaknya makin parah dan sulit ditanggulangi di kemudian hari," kata Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar di Bandung, Rabu (29/7) yang dikutip dari kompas.com . Selama masa status darurat kekeringan, beberapa langkah sudah dipenuhi, mulai dari penentuan anggaran, wacana hujan buatan, sosialisasi penanaman tanaman pangan, waspada kebakaran, hingga melakukan shalat meminta hujan.
Bupati Ciamis Iing Syam Arifin pun menyatakan, saat ini tatar galuh Ciamis sudah memasuki siaga kekeringan. Mengantisipasi kekurangan air bersih bagi warga desa yang jauh dari sumber air, pemerintah Ciamis mempersiapkan mobil tanki air untuk mengirim bantuan air bersih.
"Saat ini Ciamis sudah masuk siaga kekeringan. Banyak desa yang sudah mulai mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Untuk membantu meringankan beban, kami sudah memersiapkan mobil tanki bantuan untuk mengirim air bersih," kata Bupati Iing. Dia mengatakan, hal itu usai mengikuti kegiatan Halal bil halal yang diadakan di PDAM Tirta Galuh Ciamis seperti yang dikutipdari pikiran rakyat.com, Rabu ( 29/7). Didampingi Penjabat Direktur PDAM Cece Hidayat, Iing menambahkan, bantuan air bersih tersebut bakal dikirim ke desa yang mengalami krisis air bersih.
Kepala Dinas Perkebunan Jabar Arief Santosa menambahkan, perkebunan teh di selatan Jabar berpotensi terdampak kekeringan. Daerah itu antara lain Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Dari sekitar 52.000 hektar perkebunan teh milik rakyat, 50 persen rentan kekurangan air.
Di Sumatera Selatan, warga di lokasi yang mengalami kesulitan air bersih akibat kemarau bergantung pada sungai. Di sejumlah daerah, persediaan air bersih habis dan sumber air mengering.
Di kawasan Gandus, Kota Palembang, misalnya, sejumlah sumur warga mengering. Untuk memenuhi kebutuhan air, warga terpaksa mengambil dari anak Sungai Ogan yang disedot menggunakan pompa air atau diangkut secara manual.
Ketiadaan hujan dalam dua bulan terakhir di 18 provinsi mengakibatkan defisit air terutama di pantai timur Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, serta Sulawesi Selatan dan Kalimatan Selatan. Menurut Kepala Pusat Iklim, Agroklimat, dan Iklim Maritim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Nurhayati, defisit air diartikan ketiadaan air permukaan hingga kedalaman 50 sentimeter dari permukaan tanah. Untuk itu, lahan pertanian tadah hujan saat ini direkomendasikan untuk ditanami palawija. Di daerah irigasi, penanaman padi masih dimungkinkan, tetapi dengan varietas tahan kering.
Sementara untuk mengatasi kekeringan di daerah pertanian, pemerintah melaksanakan program pemompaan selama sumber air masih tersedia. Warga diimbau menghemat pemakaian air, termasuk memanfaatkan air limbah rumah tangga untuk menyiram tanaman atau irigasi.
Fenomena El Nino akan memberi dampak bagi pertanian di musim tanam berikutnya pada akhir tahun ini. Peningkatan indeks El Nino yang memperlihatkan anomali peningkatan suhu muka laut di Pasifik pada tahun 2015 sama dengan kejadian tahun 1997.
"Indeks El Nino 16 Juli 2015 sama dengan kondisi 27 Juli 1997, yaitu 1,45," kata Edvin Aldrian, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG. Namun, kemungkinan dampak yang ditimbulkan tahun ini lebih buruk.
Editor : Bayu Probo
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...