Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 14:35 WIB | Selasa, 17 Februari 2015

Jelang Eksekusi, Keluarga ‘Bali Nine’ Kemas-kemas

Myuran Sukumaran (kanan) dengan Pdt Paulus Wiratno—pembimbing rohani Andrew Chan, sesama terpidana mati. (Foto: biblesociety.org.au)

DENPASAR, SATUHARAPAN.COM – Keluarga terpidana mati “Bali Nine” yang berkewarganegaraan Australia, Myuran Sukumaran, mulai mengemasi sejumlah barang pribadi dan membawanya keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Denpasar, Kerobokan, Kabupaten Badung, Selasa (17/2).

Raji Sukumaran yang merupakan ibunda dari Myuran ditemani sejumlah kerabatnya keluar dari pintu lapas dengan membawa beberapa tas berukuran sedang yang berisi sejumlah barang di antaranya berisi sejumlah buku.

Kepala Lapas Kerobokan, Sudjonggo, membantah dibawanya sedikit demi sedikit barang-barang pribadi milik salah satu terpidana mati tersebut berkaitan dengan proses pemindahan yang akan dilakukan Selasa malam.

“Barang-barangnya masih (di dalam sel penjara). Kami belum mendapatkan informasi dari Kejati. Belum tahu apakah malam ini (pemindahan),” katanya.

Menurut dia, pihaknya belum mendapatkan informasi terkait waktu pemindahan kedua terpidana yang ditangkap tahun 2005 itu dari pihak terkait.

Kejaksaan Agung menyatakan pemindahan akan dilaksanakan pekan ini, Sudjonggo mengaku belum memberitahukan hal itu kepada narapidana yang divonis mati tahun 2006.

Meski demikian, lapas terbesar di Bali itu mengaku siap kapan pun apabila keduanya akan dipindahkan.

Hingga Selasa (17/2) siang, sejumlah anggota keluarga dari Myuran dan Andrew Chan masih menjenguk mereka di lapas.

Pengacara dari Australia Julian McMahon juga ikut mendampingi keluarga terpidana mati itu.

Meluasnya pemberitaan menjelang eksekusi kedua terpidana tersebut menarik perhatian sejumlah wisatawan mancanegara yang ingin mendokumentasikan dirinya di depan lapas terbesar di Denpasar itu.

Hukuman Mati Indonesia Tidak Langgar Hukum Internasional

Hukuman mati di Indonesia, khususnya yang diterapkan baru-baru ini terhadap beberapa terpidana kasus narkoba, tidak bertentangan dengan HAM dan hukum internasional, kata Wakil Tetap RI untuk PBB Duta Besar Desra Percaya.

Pernyataan tersebut dia sampaikan di New York pada Minggu (15/2), seperti disampaikan dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Selasa.

Dubes Desra menjelaskan bahwa larangan hukuman mati bukan merupakan standar universal di bidang HAM. Pembahasan di forum PBB juga masih berlangsung dan belum mencapai konsensus.

“Setiap negara memiliki tantangan yang khas. Penerapan hukuman mati merupakan respons pemerintah terhadap tantangan unik di Indonesia dan merupakan bagian dari pelaksanaan kedaulatan,” ujar dia.

Dia juga mengatakan, penerapan hukuman mati di Indonesia bukanlah eksekusi di luar hukum atau sewenang-wenang yang melanggar norma HAM.

Desra menegaskan, hukuman mati yang diterapkan di Indonesia merupakan tindakan yang telah melalui proses hukum dan semua tingkatan upaya telah ditempuh.

“Indonesia menghargai upaya Sekjen PBB untuk melakukan komunikasi langsung dengan Pemerintah, namun menyayangkan sikapnya yang didasarkan pada pemahaman sempit dan sepihak,” kata dia.

“Sikap tersebut berpotensi mengurangi integritas Sekjen PBB dalam menjalankan mandatnya, khususnya terkait pembahasan isu hukuman mati yang masih berlangsung di PBB,” lanjutnya.

Hal itu disampaikan Wakil Tetap RI untuk PBB untuk menanggapi pernyataan Juru Bicara Sekjen PBB Stephane Dujarric tentang eksekusi terhadap narapidana kejahatan narkoba di Indonesia.

Mukadimah Konvensi PBB Menentang Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988, mengakui bahwa narkoba mendatangkan ancaman serius terhadap kesehatan dan kesejahteraan umat manusia, serta membawa dampak buruk terhadap dasar ekonomi, budaya dan politik dari suatu masyarakat.

Selanjutnya, Pasal 24 dari Konvensi itu juga memberikan kewenangan kepada negara pihak untuk menjatuhkan hukuman yang tegas kepada pelaku kejahatan narkoba.

Sebagai negara pihak pada Konvensi itu, latar belakang tersebut memberikan landasan kuat bagi Pemerintah Indonesia untuk mengategorikan kejahatan narkoba sebagai kejahatan serius sesuai Pasal 6 Konvensi Internasional mengenai Hak-Hal Sipil dan Politik.

Selain itu, hukuman mati di Indonesia tidak diterapkan semata-mata terhadap seluruh pelaku kejahatan narkotika, namun dijatuhkan kepada bandar atau produsen narkoba.

Sebelumnya, Sekjen PBB Ban Ki-moon turut meminta agar hukuman mati yang selama ini diberlakukan di Indonesia dihapuskan.

Menurut Juru Bicara PBB Stephane Dujarric, keberatan terhadap eksekusi mati di Indonesia telah disampaikan Ban kepada Menlu RI Retno LP Marsudi.

Dalam pembicaraan antara Ban dan Retno, Sekjen PBB itu menyampaikan keberatannya terhadap eksekusi mati yang baru-baru ini kembali dijalankan di Indonesia.

“PBB menentang hukuman mati dalam segala situasi. Sekjen memohon kepada otoritas Indonesia agar eksekusi terhadap sisa terpidana kasus narkoba tidak dilakukan,” ujar Dujarric mengutip pernyataan Ban Ki-moon. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home