Jelang Hari Raya Idul Fitri, KPK Imbau PNS Tolak Gratifikasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Terkait perayaan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1437 H, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kembali mengimbau kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS)/penyelenggara negara untuk menolak adanya pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Hal ini didasari Undang-undang No. 20 tahun 2001 jo. UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
“Namun, apabila diterima secara tidak langsung dan tidak diketahui peristiwa pemberiannya, wajib dilaporkan kepada KPK paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterima atau melalui Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) di institusi masing-masing paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterima,” ujar Direktur Gratifikasi, Giri Suprapdiono, dalam konferensi pers di Gedung KPK Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, hari Jumat (24/6) sore.
Pada penjelasan Pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.
Bila bingkisan tersebut berupa makanan yang mudah kadaluarsa, mudah rusak dalam waktu singkat, dan dalam jumlah wajar, KPK menganjurkan agar dapat disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak lain yang lebih membutuhkan. Namun, hal itu harus dilaporkan kepada masing-masing instansi disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi penyerahannya. Selanjutnya masing-masing instansi melaporkan seluruh rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK.
“KPK juga mengimbau PNS dan penyelenggara negara untuk tidak meminta dana atau hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain, baik secara langsung ataupun tertulis kepada masyarakat atau perusahaan. Sebab, tindakan tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang bisa menjurus pada tindak pidana korupsi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan atau menurunkan kepercayaan masyarakat,” kata Giri.
Terkait dengan penggunaan mobil dinas atau fasilitas lainnya untuk mudik, PNS dan penyelenggara negara diharapkan tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi.
Dengan ini, para pemimpin lembaga negara/institusi pemerintah dapat memberikan imbauan internal kepada pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya untuk menolak pemberian dalam bentuk apapun. Sementara, bagi pemimpin perusahaan atau asosiasi usaha, diharapkan komitmennya untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan dengan tidak memberikan sesuatu atau mengintruksikan untuk memberikan gratifikasi, suap, atau uang pelicin dalam bentuk apapun.
Agar fungsi unit pengendalian gratifikasi dan pengawasan internal dapat bekerja optimal, maka KPK menganjurkan agar masing-masing instansi dapat melakukan pemantauan dan pendataan atas laporan gratifikasi yang disampaikan pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya. Laporan hasil kegiatan tersebut agar segera disampaikan kepada KPK dengan melampirkan rekapitulasi data penerimaan laporan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja setelah penerimaan gratifikasi tersebut.
“Pemimpin kementerian/lembaga/organisasi/pemerintahan daerah dan BUMN/BUMD untuk dapat memberikan instruksi penerbitan surat terbuka atau iklan melalui media massa atau bentuk pemberitahuan publik lain yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan sesuatu apapun kepada para pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya,” katanya.
Bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. Tahun lalu, KPK menerima hampir 200 laporan gratifikasi dari sejumlah instansi pemerintah dan BUMN/BUMD. Gratifikasi dalam bentuk parsel lebaran ini, terdiri dari berbagai bentuk, mulai dari uang, makanan, voucher belanja, pakaian hingga perangkat elektronik dengan nilai total lebih dari 165 juta rupiah.
“KPK sangat berharap para pegawai negeri dan penyelenggara negara bisa menjadi teladan bagi masyarakat dengan menolak dan menghindari, baik permintaan maupun penerimaan gratifikasi dari rekanan atau pengusaha atau masyarakat yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya,” ujar Giri.
Editor : Eben E. Siadari
Pengadilan Swedia Hukum Politisi Sayap Kanan Karena Menghina...
MALMO-SWEDIA, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan Swedia menjatuhkan hukuman pada hari Selasa (5/11) kepada s...