Jelang Kunjungan Paus ke Myanmar, Rohingya akan Dipulangkan
DHAKA, SATUHARAPAN.COM – Paus Fransiskus, hari Senin (27/11), memulai lawatan enam hari ke Myanmar dan Bangladesh.
Sementara perhatian akan banyak terfokus pada bagaimana Paus menanggapi krisis Muslim Rohingya, perjalanan itu juga sangat signifikan bagi minoritas Katolik di masing-masing negara itu.
Warga Katolik itu menghadapi berbagai tantangan termasuk diskriminasi, ketidakmampuan meraih jabatan pemimpin dan ancaman kekerasan. Banyak warga Kristen berharap kunjungan Paus akan menyoroti penderitaan warga miskin dan kelompok agama minoritas, termasuk mereka sendiri.
Di Myanmar, Kristen dianggap banyak orang sebagai keyakinan kolonial, setelah negara itu dijajah Inggris selama satu abad sampai kemerdekaan 1948.
Kunjungan Paus ke Bangladesh berlangsung di tengah ketegangan antar kelompok agama, setelah sejumlah Muslim radikal menyerang atau mengancam untuk menyerang pendeta-pendeta Kristen dan para pengikutnya.
Sementara itu pengungsi Rohingya yang kembali ke Myanmar setelah kesepakatan repatriasi tercapai antara Bangladesh-Myanmar, pada mulanya harus tinggal di tempat penampungan atau kamp sementara.
"Mereka terutama akan tinggal di tempat penampungan atau pengaturan sementara untuk waktu yang terbatas," ungkap Menteri Luar Negeri Bangladesh A.H. Mahmood Ali kepada wartawan di ibu kota Dhaka, hari Sabtu (25/11).
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan sebanyak 620.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak Agustus dan sekarang tinggal dalam kondisi yang mempratinkan di kamp pengungsi terbesar di dunia itu, setelah penindakan keras militer di Myanmar yang oleh PBB dan Washington sebut sebagai "pembersihan etnis".
Bangladesh dan Myanmar menandatangani perjanjian repatriasi pada Kamis, yang akan memungkinkan pemulangan lebih awal para pengungsi Rohingnya, menurut kesepakatan tersebut, yang dirilis Dhaka pada hari Sabtu.
Berdasarkan kesepakatan itu, Myanmar "akan memulihkan situasi di (negara bagian) Rakhine Utara dan mendorong mereka yang meninggalkan Myanmar untuk kembali dengan sukarela dan selamat ke rumah mereka masing-masing" atau "ke tempat aman terdekat sesuai dengan pilihan mereka".
"Myanmar akan mengambil semua tindakan yang memungkinkan agar mereka yang kembali tidak akan menetap di tempat sementara untuk jangka waktu yang lama dan kebebasan bergerak mereka di negara bagian Rakhine akan diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada," katanya, sebagaimana dilaporkan AFP.
Karena sebagian besar desa Rohingya dibakar dalam kekerasan tersebut, banyak yang tidak mempunyai pilihan kecuali tinggal di tempat penampungan sementara, sambung Menteri Ali.
"Sebagian besar desa dibakar. Jadi ke mana mereka akan pulang? Tidak ada rumah. Di mana mereka akan tinggal? Tidak mungkin secara fisik (pulang ke rumah mereka),” katanya.(Antara/VOA)
Editor : Melki Pangaribuan
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...