Jembatan Penghubung Daerah Terisolasi, Hadiah Peringatan Kemerdekaan
SATUHARAPAN.COM – Warga Dusun Balle, Desa Tompobulu, Kecamatan Bulupoddo, Kabupaten Sinjai, dan warga Desa Bana, Kecamatan Bontocani, Kabupaten Bone, di Sulawesi Selatan, kini dapat tersenyum. Penantian lama itu berakhir sudah.
Tak sampai seratus meter jarak kedua wilayah itu, namun selama ini tak semudah dibayangkan bagi warganya untuk dapat saling bertemu. Kedua wilayah itu dipisahkan Sungai Tangka. Tak ada jembatan untuk menghubungkan kedua wilayah itu, walaupun warga kedua desa memiliki hubungan kekerabatan. Selain dari ikatan perkawinan, beberapa warga pada salah satu desa, ada yang mempunyai harta tak bergerak seperti tanah atau kebun di desa seberang kali.
Kini, warga kedua desa itu bisa saling berkunjung dengan mudah. Tidak perlu repot-repot turun ke sungai untuk menyeberanginya seperti selama ini mereka lakukan. Juga, tidak perlu memutar lebih kurang 100 kilometer melewati Kabupaten Bone jika debit air sungai menderas, yang tidak memungkinkan melaluinya.
Di atas Sungai Tangka yang memisahkan kedua wilayah itu kini terbentang jembatan gantung. Panjangnya 87 meter, dan lebarnya 1,2 meter. Boleh jadi jembatan gantung itu “hadiah” bagi warga dua wilayah itu, menjelang peringatan 74 tahun kemerdekaan negeri ini. Pembangunannya terlaksana berkat bantuan pembaca Harian Kompas melalui Dana Kemanusiaan Kompas.
Mengutip dari Harian Kompas, 15 Agustus 2019, Dana Kemanusiaan Kompas mengerjakan proyek itu bekerja sama dengan Korem 141/TP melalui TNI Manunggal Membangun Desa ke-105 Kodim 1424/Sinjai, dan Vertical Rescue Indonesia, yang membantu rancangan konstruksi jembatan gantung. Ketua Tim Pengawasan dan Evaluasi TMMD 105, Brigjen OP Sianturi, didampingi Bupati Sinjai A Seto Asapa, dan Dandim 1424 Sinjai Letkol (Inf) Oo Sahrojat, meresmikan jembatan gantung itu pada 8 Agustus lalu.
Ekspedisi 1.000 Jembatan Gantung
Bagi Vertical Rescue Indonesia, jembatan gantung di atas Sungai Tangka itu adalah jembatan ke-78 dari Ekspedisi 1.000 Jembatan Gantung, program yang mereka canangkan. Pembentangan jembatan gantung di Sinjai itu merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya, mereka mengerjakan jembatan gantung di Desa Banoa, di Kecamatan Sinjai Timur.
“Jembatan gantung di Sungai Tangka itu, delapan hari selesai dikerjakan,” kata Tedi Ixdiana, pendiri dan komandan Vertical Rescue Indonesia, menjawab pertanyaan Satuharapan.com melalui percakapan di media sosial. Sungai Tangka, ia menambahkan, lebarnya 50 meter, dengan kedalaman tiga sampai enam meter.
“Tim bergerak ke lokasi setelah mendapat informasi melalui gambar-gambar, dan langsung mengerjakan setiba di lokasi. Tantangan terbesar adalah akses menuju lokasi, yang tidak dapat dilalui kendaraan roda empat. Tantangan lain, arus sungai deras, dan untuk melintasinya harus menggunakan alat, tali, atau perahu,” ia mengisahkan.
“Konstruksinya, terlihat seperti jembatan gantung biasa, bedanya pada jembatan ini tali baja bagian bawah, atau pijakan, yang jadi tumpuan beban utama,” Tedi menjelaskan tentang konstruksinya.
“Pancang tali baja untuk jembatan tidak menggunakan beton, tetapi menggunakan teknik pancang yang diadopsi dari teknik vertical rescue, yaitu pancang ‘dead man’ atau batu besar yang dibenamkan ke dalam tanah,” ia menambahkan.
Sejak didirikan pada tahun 2000 sampai saat ini, Tedi dan kawan-kawan di Vertical Rescue Indonesia sudah membangun jembatan gantung di 11 provinsi di Indonesia. “Selanjutnya tentu bergerak untuk jembatan ke-79 dan ke-80, dan seterusnya,” katanya.
Tedi Ixdiana menekuni kegiatan panjat tebing sejak tahun 1987, yang mengantarnya menjelajahi tebing-tebing terjal hingga pelosok Indonesia. Sudah ribuan jalur panjat tebing vertikal ia buka, sebagian di antaranya kemudian berkembang menjadi destinasi wisata petualangan, di antaranya tebing di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di tempat itu, selain membuka destinasi wisata, Tedi dan kawan-kawan juga melatih warga setempat menjadi pemandu dan pelatih upaya penyelamatan di ketinggian (vertical rescue).
Dengan keahlian yang terus terasah, Tedi menjadi instruktur pelatih untuk mahasiswa, masyarakat umum, pemadam kebakaran, hingga TNI. Ia acap turun tangan membantu menyelamatkan serta mengevakuasi korban bencana alam dan kecelakaan di ketinggian bersama tim Vertical Rescue Indonesia.
Vertical Rescue Indonesia, ia sebut sebagai “kumpulan pemanjat tebing yang berjiwa kemanusiaan”, karena kelahirannya didasari kebutuhan yang didedikasikan untuk penyelamatan di medan terjal. “Anggota Vertical Rescue Indonesia itu dari mana-mana, mulai dari pencinta alam, pendaki gunung, TNI, Polri, dan perorangan lain yang tidak terlibat organisasi apa-apa,” kata Tedi.
Prestasi: Kick Andy Heroes
Pada tahun 2015, Tim Vertical Rescue Indonesia melakukan ekspedisi ke puncak tertinggi Indonesia, Gunung Carstensz Pyramid di Papua. “Pada ekspedisi inilah jembatan pertama dibuat,” Tedi mengenang.
Jembatan menggunakan tali baja itu terbentang di Carstensz Pyramid di ketinggian 4.884 meter di atas permukaan air laut. “Jembatan di Carstensz itu hadiah dari Indonesia untuk dunia, karena dibuat pada tanggal 17 Agustus 2015,” ia menambahkan.
Dari aktivitas penjelajahannya ke seluruh pelosok negeri itu pula, Tedi akhirnya banyak melihat masyarakat yang terisolasi lantaran tak ada penghubung antardesa. Terbersit dalam diri Tedi untuk menyandingkan kegemarannya dengan misi kemanusiaan.
Pada 15 Oktober 2016, Vertical Rescue Indonesia mendeklarasikan Tim Ekspedisi 1.000 Jembatan Gantung untuk Indonesia. “Membangun jembatan di daerah, untuk membantu kegiatan masyarakat sehari-hari, untuk sekolah, bekerja, menuju fasilitas kesehatan, dan sebagainya, tanpa harus memutar jauh. Dananya? Murni dari donatur,” kata Tedi.
Daerah aliran Sungai Cikandang di Kampung Cirinu, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, menjadi sasaran program pertama. Mereka memperbaiki jembatan yang kondisinya rusak dan sangat membahayakan. Bekerja bahu-membahu dengan warga setempat, jembatan itu mereka selesaikan dalam waktu empat hari.
Tedi dan kawan-kawan masih menyisakan waktu untuk mengadakan sekolah vertical rescue di daerah-daerah. Hingga tahun 2019 ini, menurut pengakuannya, Vertical Rescue Indonesia sudah meluluskan lebih kurang 17.000 potensi vertical rescue di seluruh Indonesia. Melalui program sekolah yang digelar di seluruh pelosok itu, ia berharap daerah bisa membantu evakuasi tanpa perlu mengandalkan dan menunggu bantuan dari pusat pada kejadian bencana alam.
Tedi dan gagasan Ekspedisi 1.000 Jembatan Gantung untuk Indonesia, dan tentunya dengan misi kemanusiaan lain yang ia lakukan, mengantarnya mendapat penilaian sebagai penebar kebaikan dan pemantik inspirasi. Mengutip Media Indonesia, 18 Maret 2018, Tedi bersama tokoh-tokoh lain terpilih disebut sebagai contoh pelaku kebaikan yang mau berbagi tanpa pandang bulu, di tengah gencarnya isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), yang kerap membuat situasi memanas. Tahun 2018 itu Tedi meraih penghargaan Kick Andy Heroes.
Seiring meningkatnya permintaan pembentangan jembatan gantung, ada satu pekerjaan rumah yang Tedi hadapi. Vertical Rescue membutuhkan dukungan pemuda untuk menjalankan bakti kemanusiaan ini. “Untuk memaksimalkan program seribu jembatan ini, kami harus memberdayakan pemuda seluruh pelosok negeri,” kata Tedi.
Tak kalah penting adalah menanamkan menjunjung tinggi jiwa kemanusiaan, mengingat personel yang menjalankan tugas sifatnya relawan. “Potensi Vertical Rescue yang ikut bertugas hanya mereka yang siap, jiwa dan raga. Kalau masih ada yang diurus berkaitan dengan pekerjaan di kantor atau di rumah, biasanya saya katakan, ‘beresin tugasnya dulu’,” Tedi menegaskan.
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...