Loading...
EKONOMI
Penulis: Aninda Cakrawarti 15:41 WIB | Kamis, 04 Juli 2024

Jepang Terapkan Cara Baru Atasi Membeludaknya Wisatawan di Gunung Fuji

Seorang petugas memasang pagar penghalang untuk menghalangi pemandangan pada spot foto populer di Gunung Fuji, dekat toko swalayan di kota Fujikawaguchiko, Prefektur Yamanashi, Jepang (21/4). (Foto: Reuters)

TOKYO, SATUHARAPAN.COM-Musim pendakian Gunung Fuji dimulai pada hari Senin (1/7) dengan peraturan terbaru pada jalur pendakian Gunung Fuji terpopuler untuk mengatasi ramainya wisatawan yang hadir.

Tarif masuk senilai 2,000 yen (Rp. 202,421) ditambah donasi tidak wajib akan dikenakan pada wisatawan yang menggunakan Jalur Pendakian Yoshida, dengan jumlah terbatas sebanyak 4,000 pengunjung per hari.

Reservasi daring untuk jalur yang sangat populer itu juga diadakan untuk pertama kalinya tahun ini oleh pihak berwajib yang khawatir akan keamanan dan kemungkinan adanya kerusakan alam di gunung tertinggi di Jepang tersebut.

Terdata bahwa wisatawan berbondong-bondong ke Jepang seusai masa pandemi dan rata-rata banyak yang ingin melihat atau mendaki Gunung Fuji, yang meski tertutup oleh salju hampir sepanjang tahun, tapi tetap menarik pengunjung sebanyak lebih dari 220,000 di setiap masa pendakian bulan Juli-September.

Pejabat daerah setempat mulai mengkhawatirkan banyaknya pendaki di situs gunung yang menjadi simbol Jepang dan sebuah tempat ziarah yang dulunya tenang itu.

Banyak pengunjung yang mendaki pada malam hari untuk melihat matahari terbit dari puncak ketinggian 2,776 meter.

Beberapa pendaki memilih untuk tidur di jalur pendakian dan menyalakan api unggun untuk menghangatkan diri, sementara pendaki yang lain mencoba untuk menyelesaikan pendakian tanpa jeda istirahat sehingga pada akhirnya jatuh sakit atau mengalami cedera.

Menurut Gubernur Prefektur Yamanashi, Kotaro Nagasaki, menyampaikan pada para wartawan bahwa peraturan baru awalnya dibuat untuk kepentingan keselamatan hidup para pendaki, bukan untuk menghalangi wisatawan untuk hadir.

Setiap musim panas, media berita Jepang sering menunjukkan para turis yang mendaki Gunung Fuji datang dengan peralatan mendaki yang kurang memadai.

“Saya sendiri merasa bahwa saya terlalu banyak membawa persiapan,” kata Geoffrey Kula dari Amerika Serikat, yang mendaki Gunung Fuji pada 1 Juli.

“Saya mencoba untuk lebih berhati-hati. Setelah melihat ramalan cuaca, alangkah baiknya jika membawa beberapa persiapan baju ganti seandainya nanti kita kebasahan dan sejenisnya. Yah, ini terasa seperti sebuah petualangan yang gila.”

Tempat Wisata yang Sedang Populer

Gunung berapi yang masih aktif itu kini memiliki tiga jalur pendakian utama yang gratis untuk digunakan.

Tetapi untuk Jalur Pendakian Yoshida, yang mudah diakses dari Tokyo, tetap menjadi pilihan yang lebih disukai para wisatawan, terbukti dari data resmi sekitar 60% pendaki telah memilih untuk menggunakan jalur tersebut.

Gunung Fuji dapat dicapai sekitar dua jam dari pusat Tokyo menggunakan kereta dan dapat dilihat dari beberapa mil jauhnya.

Gunung itu telah diabadikan dalam berbagai karya seni Jepang, termasuk “The Great Wave” karya Hokusai yang sudah mendunia.

Tahun lalu Jepang telah menarik perhatian sebanyak 25 juta turis dari luar negeri, yang didorong oleh ditariknya pembatasan pada era pandemi. Kepala Pariwisata Jepang mengatakan pada bulan lalu bahwa ambisi mereka untuk mengundang 60 juta wisatawan luar negeri setiap tahunnya nampaknya dapat tercapai.

Namun pada tempat wisata lainnya seperti Venice, yang belakangan juga mencoba menerapkan adanya tarif masuk untuk pengunjung harian, tidak mendapat respon yang baik dari wisatawan.

Di bulan Mei, Fujikawaguchiko, sebuah kota dekat Gunung Fuji, mendirikan pagar berjaring yang besar pada salah satu area yang sedang populer sebagai titik pemandangan Gunung Fuji untuk menghalangi jumlah turis yang terus bertambah dan mencoba mengambil foto pada di tempat tersebut.

Masyarakat setempat merasa muak dengan banyaknya sampah yang rata-rata datang dari para turis, juga para turis yang sampai melanggar aturan lalu lintas hanya demi foto yang ingin mereka unggah di media sosial.

Kemudian pada bulan Juni, di kota lain dekat Fujikawaguchiko, mengatakan bahwa mereka akan membangun pagar besi yang tinggi untuk mengatasi para turis yang tidak taat aturan dan telah mengganggu warga lokal pada titik foto populer Gunung Fuji lainnya yang dikenal dengan “Dream Bridge”.

Muncul laporan lain mengenai isu membeludaknya wisatawan di bagian lain Jepang, termasuk di kota pusat budaya tradisional Jepang, Kyoto, di mana para warga lokal menyampaikan protes tentang para turis yang mengganggu geisha setempat. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home