Jerman Masukkan Kekerasan Seksual di Zona Konflik sebagai Kejahatan Perang
Kekerasan seksual, terutama terhadap perempuan, digunakan dalam konflik di seluruh dunia oleh teroris, secara sistematis dalam konflik bersenjata dan sebagai senjata taktis.
BERLIN, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah Jerman pada hari Rabu (1/11) menyetujui rancangan undang-undang yang memasukkan kekerasan seksual di zona konflik untuk dituntut sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Koalisi yang dipimpin kiri-tengah mengesahkan undang-undang Kementerian Kehakiman yang mengizinkan perubahan hukum pidana Jerman. Hal ini akan memungkinkan Jerman untuk menyelidiki kejahatan yang dilakukan di luar negeri berdasarkan prinsip “yurisdiksi universal”.
Perubahan ini berarti bahwa definisi kejahatan perang yang ada akan diperluas hingga mencakup kekerasan seksual, perbudakan seksual, dan penghentian kehamilan secara paksa.
“Kekerasan seksual, terutama terhadap perempuan, telah lama digunakan dalam konflik di seluruh dunia oleh teroris, secara sistematis dalam konflik bersenjata dan sebagai senjata taktis,” kata Menteri Urusan Keluarga dan Perempuan Jerman, Lisa Paus.
Berlin berupaya untuk meningkatkan “hak-hak para korban kejahatan mengerikan ini dengan memberi mereka kesempatan untuk mengambil bagian aktif dalam persidangan pidana” sebagai salah satu penggugat, kata Paus.
Dorongan di balik undang-undang baru ini, yang masih memerlukan persetujuan parlemen, adalah meluasnya laporan kekerasan seksual sejak invasi Rusia ke Ukraina, katanya.
Paus dari Partai Hijau juga merujuk pada laporan pemerkosaan warga Israel oleh pejuang Hamas dalam serangan 7 Oktober.
“Hukum pidana internasional menjadi sangat relevan sejak perang agresi Rusia melawan Ukraina,” kata Menteri Kehakiman, Marco Buschmann, dari Partai Demokrat Bebas yang liberal dalam sebuah pernyataan.
Partai ketiga dalam koalisi yang berkuasa, Partai Sosial Demokrat, mencatat pentingnya reformasi hukum yang secara eksplisit melindungi kelompok LGBTQ di zona perang, dan menyebutnya “bersejarah”.
“Kejahatan perang” dan “kejahatan terhadap kemanusiaan” didefinisikan dalam Statuta Roma tahun 1998 yang membentuk Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Kejahatan perang mencakup lebih dari 50 skenario, termasuk pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan penyanderaan.
Jerman di masa lalu telah berulang kali menuntut kekejaman yang dilakukan di luar negeri, termasuk dalam perang di Suriah.
Perjanjian ini menggunakan yurisdiksi universal yang memungkinkan suatu negara untuk mengadili seseorang atas kejahatan yang sangat berat, termasuk kejahatan perang dan genosida, meskipun kejahatan tersebut dilakukan di negara lain.
Penyelidik PBB yang menyelidiki pelanggaran di Ukraina sejak invasi Rusia melaporkan pada bulan Maret bahwa Moskow berada di balik serangkaian kejahatan perang, termasuk serangan luas terhadap warga sipil dan infrastruktur, pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan, dan kekerasan seksual lainnya. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...