Jihad Konstitusi, Muhammadiyah Gandeng Tiongkok Berbisnis Otomotif
PALEMBANG, SATUHARAPAN.COM - Organisasi Muslim terbesar kedua di Tanah Air yang belakangan ini gencar memelopori gerakan rakyat yang disebut Jihad Konstitusi, dikabarkan sedang berupaya menghidupkan kembali industri mobil nasional (Mobnas) yang di tahun 1996 digagas oleh putra bungsu mantan Presiden Soeharto, namun terbengkalai dua tahun kemudian karena terjadinya krisis ekonomi di Asia.
Reuters melaporkan, rencana yang masih samar itu merupakan bagian dari Jihad Konstitusi organisasi Muslim yang berusia satu abad itu.
Secara tradisi dan sejarah, aktivitas Muhammadiyah lebih menonjol di bidang sosial, terutama pendidikan dan rumah sakit. Namun, seiring dengan gerakan Jihad Konstitusi, Muhammadiyah juga berencana memperluas usaha ke bidang pariwisata, makanan dan sektor perikanan.
Keinginan Muhammadiyah untuk bergerak lebih jauh dalam bidang ekonomi dan korporasi, menurut Reuters, karena organisasi dengan pengikut 30 juta itu meyakini harus berperan melindungi Indonesia dari kebijakan-kebijakan kapiltalistik dan globalisasi yang menurut mereka lebih menguntungkan investor asing daripada pengusaha dalam negeri.
"Muhammadiyah kini berada di tengah perjuangan antara sistem ekonomi kapitalis dengan sistem ekonomi sosialis," kata Syafrudin Anhar, ketua komite ekonomi Muhammadiyah, dalam wawancara dengan Reuters.
"Dunia tidak akan mencapai perdamaian dan kemakmuran melalui intrik politik, tetapi melalui keseimbangan ekonomi," kata dia.
Jihad Konstitusi yang dicanangkan oleh Muhammadiyah sejak tiga tahun lalu dalam beberapa hal telah menunjukkan hasil. Mereka telah berhasil memenangi Uji Material terhadap UU Migas yang mereka nyatakan bertentangan dengan UUD 1945, dimana mereka berargumen bahwa UU itu mengamanatkan seluruh tanah, air dan sumber daya alam harus dikuasai oleh negara.
Kemenangan di Mahkamah Konstitusi dan beberapa kemenangan lainnya telah menjadi salvo pembuka bagi gerakan Jihad Konstitusi organisasi tersebut. Muhammadiyah kini sedang mengkaji 115 undang-undang, termasuk undang-undang tentang mata uang, investasi dan sektor kelistrikan, dan bahkan menurut Reuters, berencana menentang kebijakan Presiden Joko Widodo yang menghapus subsidi BBM.
"Kami tidak melawan investasi asing sepanjang ada pembatasan yang jelas keterlibatan mereka pada sektor-sektor ekonomi," kata Anhar.
Anhar dan sekelompok kecil profesor ekonomi Muhammadiyah bulan ini baru saja melakukan konferensi selama tiga hari di Palembang untuk menyusun draft rencana 'perang ekonomi' untuk lima tahun mendatang. Jika sudah rampung, cetak biru itu akan dimintakan persetujuan pada kongres Muhammadiyah pada Agustus.
Rencana itu dimaksudkan untuk mengonsolidasikan bisnis-bisnis kecil Muhammadiyah ke dalam perusahaan industri tertentu dan nantinya akan mendapat pendanaan melalui jejaring kerja sama mikro finansial. Disebutkan bahwa Muhammadiyah melihat banyaknya peluang yang dapat digarap seiring dengan bertumbuhnya permintaan akan makanan dan pariwisata halal di Indonesia.
Ada pun mengenai mobnas, sekolah-sekolah kejuruan Muhammadiyah sebelum ini telah membuat beberapa model prototipe, yang selama ini dikenal dengan nama Esemka, mobil yang oleh Joko Widodo dipergunakan sebagai kendaraan resmi ketika menjadi walikota Surakarta. Salah satu dari prototipe itu menggunakan energi surya, kata Bambang Setiadji, profesor pada Universitas Muhammadiyah Solo (UMS).
"Untuk mendirikan industri seperti itu tidak sulit," kata dia. "UMS telah mencetak banyak insinyur industri otomotif yang kualitasnya bisa bersaing dengan insinyur dari Tiongkok," kata dia.
Muhammadiyah berharap mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo untuk memproduksi Esemka secara massal tahun ini dibawah kerjasama antara Indonesia dengan perusahaan Tiongkok yang bertujuan untuk memakai komponen buatan Indonesia 80 persen.
"Kami ingin memiliki perusahaan sendiri dan membuat produk untuk kelas menengah bawah," kata Ndrattuzaman Hosen, salah seorang anggota dewan ekonomi Muhammadiyah.
"Bedanya adalah keuntungan kami tidak diambil oleh orang kaya dari luar negeri melainkan tetap berada di dalam negeri dan manfaatnya dinikmati rakyat kami," kata dia.
Selasa lalu (16/6), Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. Menurut Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, kedatangan mereka ialah untuk menyampaikan undangan kepada Presiden menghadiri muktamar yang akan diselenggarakan pada 3-7 Agustus di Makassar. Namun, Din menabahkan, dalam pertemuan itu pihaknya juga menyatakan dukungannya atas langkah-langkah pemerintah dalam memerangi berbagai mafia yang menghambat kemajuan Indonesia.
"Kami pastikan dukungan Muhammadiyah kepada pemerintah dalam memerangi mafia," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin. Din tidak menyinggung adanya pembicaraan tentang Mobnas pada pertemuan tertutup tersebut.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...