Jintan Putih, Rempah Kuno yang Disebut dalam Kitab Suci
SATUHARAPAN.COM - Aromanya yang kuat dan sifatnya yang memberi efek pedas membuat jintan putih umumnya dimanfaatkan sebagai bumbu dalam sejumlah masakan Indonesia, terutama masakan dari Sumatera, Bali, dan Sulawesi.
Belakangan ini, semakin banyak tradisi boga yang memanfaatkan jintan putih, mulai dari Yunani, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Timur, hingga ke Amerika. BBC Food menyebutkan jintan putih adalah bumbu penting dalam masakan India, kari, dan campuran rempah untuk garam masala. Masakan Meksiko dikenal cukup sering memakai jintan putih. Di Eropa, sudah dikenal keju beraroma jintan. Jintan juga dipakai sebagai bumbu masakan yang dipanggang atau dibakar.
Cumin atau cummin, nama jintan putih dalam bahasa Inggris, diambil dari namanya dalam bahasa Latin, Cuminum cyminum, L., dikutip dari Wikipedia, adalah tumbuhan berbunga dari famili Apiaceae. Tumbuhan ini tumbuhan asli dari daerah Mediterania Timur, Iran, hingga Pakistan dan India.
Jintan putih dapat tumbuh dengan baik di daerah yang beriklim sejuk, seperti di daerah India utara dekat kaki Pegunungan Himalaya. Tumbuhan ini juga banyak terdapat di Meksiko dan Thailand. Di Indonesia meskipun dapat tumbuh, pada umumnya kurang baik.
Ahli botani K Heyne, dalam bukunya, Tanaman Berguna Indonesia (jilid II, 1987, diterjemahkan oleh Badan Litbang Departemen Kehutanan, Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta), menyebutkan tumbuhan jintan putih merupakan tanaman tahunan berbentuk terna, yang tingginya 1,5-5 meter. Batang bergaris-garis dan tidak berbulu. Berbentuk pita, panjang 3-10 cm.
Bunganya berbentuk payung, berukuran kecil, berwarna putih atau merah muda, bergerombol, ditopang oleh tangkai yang agak panjang.
Daun jintan bersusun melingkar dan bertumpuk. Daun jintan putih mempunyai pelepah daun seperti ranting-ranting kecil. Bentuk daun jintan putih tidak berwujud lembaran, tetapi lebih mirip benang-benang kaku dan pendek.
Wikipedia menyebutkan buahnya merupakan longkah (achene, buah berbiji satu) menggelendong lateral atau oval dengan panjang 4–5 mm dan mengandung satu biji. Biji jintan putih mirip dengan biji adas, tetapi lebih kecil dan gelap.
Jintan putih memiliki aneka nama, bergantung pada daerah penyebarannya. Di Thailand, dikenal sebagai yeera (dari nama Hindi, gheera). Di Indonesia, selain jinten putih (Jawa), nama lain adalah ginten (Bali), jinten bodas (Sunda), jhinten pote (Madura), jeura engkut, jeura putih (Aceh), jinten pute (Bugis).
Disebutkan dalam Kitab Suci
Jintan digunakan sejak Sebelum Masehi. Catatan Wikipedia menyebutkan jintan yang ditemukan di situs peninggalan purbakala Tell ed-Der di Suriah berasal dari peradaban milenium kedua Sebelum Masehi. Jintan juga digunakan sebagai campuran rempah untuk mengawetkan mumi di Mesir.
Jintan juga salah satu yang disebutkan dalam Kitab Suci, baik di Kitab Perjanjian Lama, yakni di Yesaya 28:27, maupun di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, di Injil Matius 23:23.
Jintan putih dijual dalam bentuk biji kering, yang berbentuk memanjang seperti beras, berwarna cokelat muda. Selain dijual sebagai rempah, jintan putih secara tradisional dikenal sebagai tanaman obat.
Di era modern, para ahli lebih banyak menggali khasiat jintan dalam upaya pengembangannya sebagai tanaman obat. Studi yang dilakukan Ahmad Fauzi Romadhon, Marlyn Dian Laksitorini, Yudi Afrianto, Muhammad Yusuf Putro Utomo, Wynanda, dan Endang Sulistyorini (Cancer Chemoprevention Research Center/CCRC, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada), menyebutkan tanaman jintan putih mengandung minyak atsiri, luteolin, apigenin, minyak lemak, hans, dan zat samak. Biji jintan putih mengandung unsur minyak menguap (terbang) sebanyak kurang dari 8 persen.
CCRC Fakultas Farmasi UGM memasukkan jintan putih ke dalam ensiklopedia tanaman antikanker. Menurut studi tim CCRC, mengutip dari penelitian dari T Takayanagi dan timnya (2003), komponen yang diduga mempunyai aktivitas antikarsinogenik dari Cuminum cyminum, L., salah satunya adalah senyawa glikosida lakton sesquiterpen. Bentuk senyawa tersebut adalah glikosida yang mempunyai karakter dapat larut di dalam pelarut yang relatif polar, salah satunya adalah etanol. Oleh karena itu proses ekstraksi dengan pelarut etanol dapat melarutkan senyawa glikosida dari biji jintan putih.
Berdasarkan hasil-hasil pengujian secara praklinis, Takayanagi dan tim menyimpulkan jintan putih memiliki sifat sebagai antibakteri, antikarsinogenik, antigenotoksik, antihiperglikemia, antimikrobia, antioksidan, antispasme, karminatif, digestif, larvasidal.
Khasiat jintan putih sebagai antimikrobia, juga dibuktikan tim gabungan dari Institut Pertanian Bogor, Universitas Negeri Jakarta, dan Universitas Indonesia. Melalui penelitian berjudul “Aktivitas Antifungal Minyak Atsiri Jinten Putih terhadap Candida parapsilosis SS25, C. orthopsilosis NN14, C. metapsilosis MP27, dan C. etchellsii MP18”, Ridawati, Betty Sri Laksmi Jenie, Ita Djuwita, dan Wellyzar Sjamsuridzal, membuktikan minyak atsiri jinten putih memiliki aktivitas antifungal yang sangat kuat.
Editor : Sotyati
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...