JKLPK Kecam Pemberlakuan Hukum Cambuk di Aceh
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) mengecam keras pelaksanaan hukuman cambuk di Provinsi Aceh, baik bagi penduduk muslim maupun non muslim. Menurutnya, pelaksanaan hukuman tersebut bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
“Hukuman cambuk di hadapan orang banyak meruntuhkan martabat diri seseorang. Ketika masa hukuman selesai, maka si pelaku akan mengalami konflik batin di lingkungannya karena sudah terlanjur malu dan merasa rendah diri,” ucap kata Direktur Eksekutif JKLPK, Woro Wahyuningtyas, dalam keterangan tertulis yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, hari Jumat (15/4).
Melihat semakin seringnya pemberian hukuman tersebut dilaksanakan, dia meminta Pemerintah Provinsi Aceh kembali menempatkan UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi dalam pembuatan produk hukum lokal.
Pemerintah pusat pun, dia melanjutkan, harus segera meninjau ulang Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Termasuk, sejumlah Qanun yang sudah dilahirkan sebelumnya.Pemerintah pusat harus mengingatkan Pemerintah Provinsi Aceh, agar tidak lagi membuat produk hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia seperti yang termaktub dalam UUD 1945.
“Meskipun Provinsi Aceh memiliki otonomi khusus untuk mengatur kehidupan warganya, tapi seharusnya tidak bertentangan dengan peraturan nasional tertinggi yaitu UUD 1945. Salah satu spirit UUD 1945 yang lahir seiring era reformasi adalah pengakuan atas hak asasi manusia,” katanya.
Dengan tegas, Woro menyatakan, Indonesia didirikan untuk dan milik seluruh kelompok agama, suku, adat-istiadat, kepercayaan, dan ideologi. Menurutnya kebinekaan adalah konsensus final yang tidak bisa diganggu gugat.
“Setiap daerah di wilayah NKRI tidak dibenarkan membuat produk hukum yang diskriminatif, mengandung kebencian, dan bertentangan dengan UUD 1945,” tuturnya.
Qanun Jinayat secara resmi berlaku sejak Oktober tahun 2015, setelah masa sosialisasi selama satu tahun selesai. Beberapa jenis pelanggaran yang termuat di dalam Qanun ini, antara lain, Khamar (miras), Maisir (judi), Khalwat (mesum), Ikhtilath (bercumbu), Zina (bersetubuh tanpa ikatan perkawinan), Liwath (gay), Mushaqah (lesbian), Qadzaf (menuduh orang melakukan zina).
Bagi yang melanggar akan dikenai hukuman cambuk. Jumlah cambuk tergantung pada jenis pelanggaran yang dilakukan. Perkembangan terkini, seorang wanita non muslim dicambuk sebanyak 60 kali di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, karena dianggap bersalah telah menjual minuman beralkohol. Hukuman cambuk terhadap non muslim ini adalah untuk pertama kalinya.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...