Jogja International Street Performance menuju Pentas Dunia
Ruang Silaturahmi Antarbudaya dan Antarbangsa melalui JISP 2019
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Setelah sehari sebelumnya digelar pra-event di depan Gedung Agung Yogyakarta, Jogja International Street Performance (JISP) 2019 secara resmi dibuka Minggu (22/9) malam di Monumen Serangan Oemoem 1 Maret Yogyakarta.
Wakil Gubernur Pemda DI Yogyakarta KGPAA Paku Alam X dalam sambutan yang dibacakan Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahardjo menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya JISP 2019 yang telah berusaha merangkul dan melibatkan seniman-seniman dari berbagai kota dan negara.
“Iklim berkesenian di Yogyakarta tumbuh dengan pesat dan kekayaan seni-budaya terawat dengan baik sehingga bisa menjadi ajang kesenian alternatif yang memberikan ruang bagi seniman seni pertunjukan baik kontemporer maupun tradisional untuk bebas berkreasi menunjukkan kreativitasnya. Oleh karena itu perhelatan JISP 2019 yang telah memasuki usia yang ke-10 diharapkan menjadi ruang silaturahmi antarbudaya, antarbangsa, sekaligus mampu memberikan kontribusi atraksi wisata budaya dalam di wilayah Yogyakarta,” papar KGPAA Paku Alam dalam sambutan pembukaan JISP 2019, Minggu (22/9).
Pada hari pertama JISP 2019, sejak sore hari telah diaktivasi empat panggung yang berada di sepanjang Jalan Malioboro. Di depan kantor DPRD DIY menampilkan Sardula Kelana (Yogyakarta), Bagus Mazasupa (Malang), oBar aBir Jazz club (Yogyakarta), mulai 16.00 hingga 20.30 WIB.
Di depan gerbang barat Kompleks Kepatihan menampilkan Angguk Sripanglaras (Kulonprogo), Puri Senjani Apriliani (Surabaya), Sanggar Seni Kinanti Sekar (Yogyakarta), dan Artha Dance (Yogyakarta) , mulai 16.00 hingga 19.30 WIB.
Di depan Batik Margaria menampilkan Sanggar Tari Kembang Sakura (Sleman), Anis Harliani (Bandung), SMKN 1 Kasihan-Bantul, UKMBS Univ. Lampung, mulai 16.00 hingga 17.30 WIB, sementara di Kawasan Titik Nol Km Yogyakarta menampilkan Line Dance (Yogyakarta), mulai 16.00 hingga 17.30 WIB sebelum pembukaan JISP 2019.
Setelah sambutan, panggung JISP 2019 di Monumen Serangan Oemoem 1 Maret dimeriahkan dengan penampilan Beksan Lawung Ageng. Tiga puluh enam penari yang seluruhnya abdi dalem Kraton diiringi korps musik penambur dengan kawalan Bregada Wirabraja berjalan kaki dari Kraton Yogyakarta menuju Monumen SO 1 Maret.
Dalam jumlah yang besar berjumlah total 60 abdi dalem, Beksan Lawung Ageng yang dimainkan sekitar 15 menit tampil di dua sisi panggung merupakan persembahan dari Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridho Mardowo. Di atas panggung ditarikan gerak para prajurit yang sedang berlatih menggunakan senjata tombak, pedang, serta ketangkasan berkuda. Sementara penambur dan penari lainnya melakukan perform di pelataran Monumen SO 1 Maret yang berbatasan langsung dengan penonton.
Membawa Khasanah Tari Kraton ke Area Publik
Beksan Lawung Ageng merupakan salah satu tarian pusaka yang dimiliki oleh Keraton Yogyakarta, menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak. Beksan Lawung Ageng diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792) yang terinspirasi perlombaan watangan. Watangan adalah latihan ketangkasan berkuda dan memainkan tombak yang biasa dilakukan oleh Abdi Dalem Prajurit pada masa lalu.
Dilansir dari laman www.kratonjogja.id, Beksan Lawung Ageng menggambarkan suasana berlatih perang dan adu ketangkasan dalam bermain tombak, sama seperti suasana pada saat watangan berlangsung. Gerakan-gerakannya mengandung unsur heroik, patriotik, dan berkarakter maskulin. Dialog yang digunakan dalam tarian merupakan campuran dari bahasa Madura, Melayu, dan Jawa. Dialog tersebut umumnya adalah perintah-perintah dalam satuan keprajuritan.
Ada lima peran dalam Beksan Lawung Ageng; jajar, lurah, botoh, ploncon, dan salaotho. Jajar terdiri atas empat penari, berperan sebagai prajurit muda yang penuh dengan semangat. Dalam struktur keprajuritan, jajar adalah pangkat paling rendah bagi seorang prajurit. Penari yang berperan sebagai jajar menggunakan ragam gerak bapang yang bersifat gagah dan ekspresif.
Lurah juga terdiri atas empat penari, berperan sebagai prajurit yang telah matang. Dalam struktur keprajuritan, prajurit berpangkat lurah menempati posisi di atas jajar. Penari yang berperan sebagai lurah menggunakan ragam gerak kalang kinantang yang bersifat gagah dan anggun, lebih halus dibanding ragam gerak bapang. Jajar dan lurah inilah yang berperan sebagai prajurit yang berhadapan satu sama lain.
Peran botoh terdiri atas dua penari, berperan sebagai tokoh yang mengadu ketangkasan prajurit yang mereka miliki. Ploncon terdiri atas empat penari, keempatnya bertugas memegang tombak sebelum digunakan jajar atau lurah. Dalam pengertian umum, ploncon adalah perabot yang digunakan untuk meletakkan keris, tombak, atau songsong (payung) dalam posisi tegak. Peran ploncon kadang disebut juga sebagai pengampil.
Salaotho terdiri atas dua penari, masing-masing berperan sebagai Abdi Dalem pelawak, yang setia pada masing-masing botoh. Penari yang berperan sebagai salaotho menggunakan ragam gerak gecul yang bersifat jenaka.
Beksan Lawung Ageng ditarikan dengan iringan gendhing gangsaran, roning tawang dan bimakurda. Gendhing Gangsaran digunakan untuk mengiringi bagian awal beksan, Gendhing Roning Tawang digunakan untuk mengiringi bagian pertarungan antar prajurit jajar, sedang Gendhing Bimakurda digunakan untuk mengiringi bagian pertarungan antar-lurah. Gendhing tersebut dimainkan oleh Gangsa Kiai Guntur Sari. Kiai Guntur Sari memiliki saron jauh lebih banyak daripada seperangkat gamelan pada umumnya sehingga mampu menciptakan suara yang keras dan kuat seperti guntur. Suara ini cocok sekali untuk menghidupkan suasana latihan perang antara dua kelompok prajurit bersenjata tombak
“Ini (sebagai upaya Keraton Yogyakarta) merangkul masyarakat yang lebih luas. Sepanjang tahun ini Keraton sudah menyajikan penampilan-penampilan yang dipublikasikan kepada masyarakat dan dibuka untuk umum sehingga masyarakat bisa mendapatkan kesempatan menikmati pertunjukan Keraton yang pada masa-masa sebelumnya itu sangat ekslusif dan tidak bisa diakses (oleh masyarakat luas),” papar Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridho Mardowo KPH Notonegoro, Kamis (19/9).
Didik Nini Thowok
Setelah penampilan Beksan Lawung Ageng dari KHP Kridho Mardowo, panggung Monumen SO 1 Maret JISP 2019 hari pertama dilanjutkan dengan penampilan Didik Nini Thowok menampilkan repertoar tari Barong Landhung, sebuah koreografi yang diciptakan Didik Nini Thowok pada tahun 2004 mengadopsi cerita rakyat Barong Landung dari Bali.
Melanjutkan penampilan seniman tari asal Jepang Rina Takahashi dengan repertoar tunggalnya yang selalu hadir hampir setiap pergelaran JISP, Sanggar Dangkedunai dari Batam menampilkan tari kreasi Melayu berjudul “Zapin Hulu Riau” oleh lima penarinya.
Berturut-turut penampilan berikutnya dari Silver Belle (Kamboja) dan Air Dance (Filipina) yang menampilkan gerak-olah tubuh oleh masing-masing dua penari.
Menutup hari pertama JISP 2019 Bellacoustic asal Kalimantan Tengah menampilkan kolaborasi tari-musik khas Kalimantan Tengah menceritakan tentang semangat Isen Mulang dan budaya yang berkembang dalam rumah besar Huma Betang dalam penampilan tarian diiringi dengan permainan perkusi (gendang, bonang), kecapi, rebab, ditambah dengan beberapa instrumen musik modern.
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...