Jokowi Akui Hukum RI Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa cita-cita Indonesia sebagai negara hukum belum sepenuhnya terwujud dalam praktik penyelenggaraan negara maupun dalam realita kehidupan rakyat sehari-hari. Hukum masih dirasa cenderung tajam dan runcing ke bawah dan tumpul ke atas.
Hal itu dikatakan Presiden Jokowi saat memberikan kata pengantar rapat terbatas dengan topik "Reformasi Hukum" di kantor Presiden, Jakarta, hari Selasa (11/10).
"Saya menyadari bahwa cita-cita sebagai negara hukum belum sepenuhnya terwujud dalam praktik penyelenggaraan negara maupun dalam realita kehidupan rakyat sehari-hari. Hukum masih dirasa cenderung tajam dan runcing ke bawah dan tumpul ke atas," kata Presiden Jokowi.
Dalam ratas tersebut, Jokowi menegaskan kembali apa yang tercantum dalam konstitusi bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, sebagai negara hukum penyelenggaraan kekuasaan pemerintah harus berdasarkan pada hukum dan negara harus hadir memberikan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia termasuk rasa aman pada seluruh warga negara.
Menurut data Jokowi, dalam indeks Persepsi Korupsi Dunia 2015, Indonesia masih di urutan ke-88. Begitu pula dalam indeks The Rule of Law 2015 Indonesia berada pada peringkat 52.
"Jika hal ini dibiarkan akan memunculkan ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan pada hukum maupun pada institusi-institusi penegak hukum. Hal ini tidak boleh dibiarkan dan tidak boleh terjadi. Apalagi di era kompetisi sekarang ini, kepastian hukum merupakan keharusan bagi sebuah negara agar mampu bersaing di tingkat regional,'' kata Jokowi.
Untuk itu, kata Jokowi, tidak ada pilihan lain Indonesia harus segera melakukan reformasi hukum besar-besaran dari hulu sampai hilir. Jokowi menyebutkan tiga hal yang harus diperhatikan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap keadilan dan kepastian hukum.
Pertama, penataan regulasi. Untuk menghasilkan regulasi hukum yang berkualitas saya ingin menekankan sekali lagi bahwa kita adalah negara hukum bukan negara undang-undang atau negara peraturan.
"Orientasi setiap kementerian lembaga seharusnya bukan lagi memproduksi peraturan yang sebanyak-banyaknya, bukan itu. Namun harusnya menghasilkan peraturan yang berkualitas yang melindungi rakyat, tidak mempersulit rakyat, tapi justru mempermudah rakyat, yang memberi keadilan bagi rakyat, serta yang tidak tumpang tindih satu dengan yang lainnya," kata suami Ibu Negara Iriana.
Kemudian yang kedua, kata Jokowi, reformasi hukum harus mencakup reformasi di internal kejaksaan dan kepolisian, dan juga dilingkup Kementerian Hukum dan HAM untuk menghasilkan pelayanan dan penegakan hukum yang profesional.
"Saya minta dilakukan pembenahan besar-besaran pada sentra-sentra pelayanan seperti imigrasi, lapas, pelayanan SIM, STNK, BPKB, SKCK termasuk juga yang berkaitan dengan perkara tilang. Pastikan bahwa tidak ada praktik-praktik pungli di situ, saya akan terus megawasi langsung perubahan di lapangan dengan cara-cara yang akan saya lakukan dengan pengawasan-pengawasan," kata Jokowi.
Jokowi juga meminta dibuatkan langkah-langkah terobosan dalam pencegahan dan penyelesaian kasus, baik kasus korupsi, kasus HAM masa lalu, kasus penyelundupan, kasus kebakaran hutan dan lahan serta kasus narkoba.
Dan yang ketiga, lanjut Jokowi, yang harus diperhatikan dalam reformasi hukum adalah pembangunan budaya hukum.
"Penguatan budaya hukum juga harus jadi prioritas di tengah maraknya sikap-sikap intoleransi, premanisme, tindak kekerasan, serta aksi main hakim sendiri," kata Jokowi.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...