Jokowi Berharap B20 Percepat Transformasi Energi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Presiden Joko Widodo mengharapkan kontribusi B20 untuk mempercepat transformasi energi yang juga merupakan salah satu fokus utama Presidensi G20 Indonesia.
Jokowi membuka pertemuan pendahuluan B20 atau B20 Inception Meeting secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 27 Januari 2022.
“Kami mengharapkan kontribusi B20 untuk mempercepat transformasi energi yang mulus, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat kecil. Solusi global dalam hal pendanaan dan kemitraan merupakan agenda yang harus menjadi perhatian utama kita, termasuk alih teknologi untuk mendorong produksi berbasis ekonomi hijau. Kita mengundang investasi yang bisa mendorong nilai tambah yang saling menguntungkan,” kata Jokowi.
Presidensi G20 Indonesia mengajak G20 dan B20 berkolaborasi menciptakan terobosan-terobosan dan aksi nyata untuk berkontribusi lebih besar bagi pemulihan ekonomi global. Ada tiga hal peluang utama yang harus dimanfaatkan.
“Pertama adalah transisi menuju green economy. Kedua, tren digital economy yang makin pesat, dan ketiga, perbaikan arsitektur kesehatan global yang lebih responsif dalam menghadapi pandemi global,” ungkapnya.
Transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan merupakan tanggung jawab besar dan sekaligus memberikan peluang besar. Potensi di sektor energi terbarukan harus diikuti dengan skenario dan peta jalan yang jelas, termasuk pendanaan dan investasi.
“Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan sebesar 418 gigawatt, baik yang bersumber dari air, panas bumi, angin, maupun matahari,” imbuhnya.
Indonesia juga memiliki kekayaan sumber daya mineral logam yang dibutuhkan untuk mendorong transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan. Jokowi mengatakan bahwa Indonesia kaya akan nikel, bauksit, timah, dan tembaga dan memastikan akan menyuplai cukup bahan-bahan tersebut untuk kebutuhan dunia.
“Namun bukan dalam bentuk bahan mentah, tetapi dalam bentuk barang jadi atau setengah jadi yang bernilai tambah tinggi,” lanjutnya.
Hilirisasi nikel yang telah dilakukan sejak 2015 sudah memberikan dampak, tidak hanya dalam penciptaan lapangan kerja, tapi juga dari sisi ekspor maupun neraca perdagangan Indonesia. Nilai ekspor Indonesia sebesar USD 230 miliar, di mana besi baja berperan sangat besar peningkatannya.
Ekspor besi baja di tahun 2021 mencapai USD 20,9 miliar meningkat dari sebelumnya hanya USD 1,1 miliar di tahun 2014. Di tahun 2022 ini, Presiden Jokowi memperkirakan nilai ekspornya dapat mencapai USD28-30 miliar.
“Setelah nikel, kita akan mendorong investasi di sektor bauksit, tembaga, dan timah,” katanya.
Menjamin Kepastian Investasi
Kebijakan pemerintah Indonesia tentang mekanisme transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan juga akan menjamin kepastian investasi. Di Jawa dan Sumatra, pemerintah mendorong “pensiun dini” PLTU ke energi baru terbarukan seperti geotermal dan solar panel.
“Kita akan membuka partisipasi di sektor swasta untuk berinvestasi di transisi energi ini. Saat ini ada 5,5 gigawatt PLTU yang siap untuk program early retirement ini,” jelasnya.
Di samping itu, dekarbonisasi di sektor transportasi juga menjadi perhatian serius Indonesia. Elektrifikasi secara besar-besaran di sektor transportasi dimulai dengan pembangunan mass urban transport seperti Lintas Rel Terpadu (LRT) dan Moda Raya Terpadu (MRT) di Jakarta, serta mendorong investasi untuk pabrik mobil listrik.
B20 atau Business 20 merupakan forum dialog resmi G20 dengan komunitas bisnis global. Dengan rata-rata 1.000 delegasi dari negara-negara G20, termasuk eksekutif puncak dari perusahaan multinasional terkemuka. B20 mencakup sekitar 2.000 peserta yang mewakili lebih dari 6,5 juta bisnis.
Editor : Sabar Subekti
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...