Jokowi: Ketimpangan Itu Nyata
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo meminta para menteri memahami persoalan yang terjadi di lapangan dan tidak hanya mengandalkan laporan saja.
Para menteri harus memperhatikan betul ketimpangan antarwilayah yang terjadi karena ketimpangan itu nyata sekali.
Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana, dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin menjelaskan, saat membuka sidang kabinet di Istana Negara Jakarta, Presiden mengingatkan bahwa 2016 adalah tahun percepatan pencapaian program.
"Di lapangan sering terjadi anomali, distorsi. Jangan hanya memantau dari belakang meja saja," kata Presiden ketika memimpin Sidang Kabinet Paripurna.
Presiden mengingatkan bahwa pada situasi sulit seperti ini adalah momentum yang tepat untuk melakukan reformasi birokrasi secara besar-besaran.
"Perlu dilakukan `creative destruction` atau perombakan kreatif pada jajaran birokrasi terutama untuk meningkatkan pelayanan publik," ujar Presiden.
Para menteri harus memperhatikan betul ketimpangan antarwilayah yang terjadi.
Dari perjalanan Presiden ke berbagai daerah, Presiden melihat bahwa ketimpangan itu nyata, misalnya dalam perbedaan harga, antara Papua dan Jawa sangat terasa dan nyata.
"Kita harus memperhatikan daerah daerah seperti NTB, NTT, Papua dan Maluku. Perhatikan gizi anak-anak, pelayanan pendidikan dan kesehatan," ujar Presiden.
Terkait angka kemiskinan, Presiden meminta kepada para menteri memperhatikan angka kemiskinan.
"Segera siapkan skema `cash transfer`. Skema `cash transfer` harus dirancang dengan baik. Kredit usaha rakyat dan dana desa harus berjalan efektif," kata Presiden.
Di bidang infrastruktur terkait dengan produk pariwisata, para menteri diminta untuk mengikuti secara detil yang terjadi di lapangan, terutama yang berkaitan dengan 10 destinasi wisata nasional.
"Siapkan pelabuhan, bandara, terutama `runway` dan terminal, serta dermaga. Dan lakukan penguatan dalam pertunjukan seni budaya. Beri sentuhan desain dan koreografis yang kreatif," kata Presiden.
Presiden juga meminta agar promosi pariwisata dilakukan secara terintegrasi untuk memperkuat "country branding".
Saat ini terdapat 17 kementerian yang memiliki promosi ekspor, yang sering melakukan kegiatannya sendiri-sendiri.
Presiden meminta hal itu tidak terjadi lagi. Presiden menekankan sistem yang terintegrasi dalam promosi perdagangan, pariwisata dan investasi.
Presiden menganggap bahwa revaluasi aset adalah kunci bagi pertumbuhan ekonomi. Selain itu dengan adanya "tax amnesty", dimana diperkirakan akan terjadi "capital inflow".
"Siapkan untuk apa, harus punya daftar diarahkan untuk apa. Prioritaskan pembukaan industri bahan baku dan modal," ujar Presiden.
Presiden juga menginstruksikan pada Menteri Koordinator bidang Polhukam, Jaksa Agung dan Kapolri untuk memfokuskan penyelesaikan kasus yang terkait hak asasi manusia.
Dalam penanganan berbagai gangguan keamanan seperti di Aceh, Papua dan Poso bisa menggunakan pendekatan yang merupakan kombinasi "soft" dan "hard power".
Presiden juga menyebutkan bahwa tahun 2016 ini adalah tahun percepatan.
"Semua harus mempercepat langkah," ucap presiden. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...