Jumlah yang Merayakan Hari Natal di Arab Saudi Meningkat
RIYADH, SATUHARAPAN.COM - Walaupun larangan menyelenggarakan ibadah Kristen secara resmi berlaku di Arab Saudi, ibadah Natal tetap berlangsung di negara itu di rumah-rumah. Santa Claus juga hadir, kendati tidak di tengah kota, melainkan ke sejumlah tempat rahasia yang merayakan Natal secara 'bawah tanah.'
Orang-orang dari kalangan dalam umat Kristen dan sejumlah ahli mengklaim bahwa ada peningkatan jumlah 'orang Kristen sembunyi-sembunyi' di negara itu dan semakin banyak orang merayakan 25 Desember. Kendati berpindah agama terlarang dan bisa dikenai hukuman mati, jumlahnya diklaim bertambah.
"Jumlah mereka yang mengkonversi agama menjadi Kristen dari Islam dan agama-agama lain meningkat, bersama dengan keberanian mereka dalam berbagi iman baru mereka," David Curry, presiden dan CEO Open Doors AS, berkata, sebagaimana dilaporkan oleh Fox News.
"Tapi mereka harus berhati-hati. Banyak penganiayaan yang dapat berasal dari keluarga atau masyarakat, bukan dari pemerintah."
Pemerintah Saudi tidak melakukan sensus apapun tentang keyakinan agama, dan, secara resmi, persentase orang Kristen di negara ini adalah nol. Namun para ahli dan kelompok di luar percaya bahwa, dari sekitar 30 juta penduduk, ada sekitar 1,2 juta orang Kristen - sebagian besar adalah pekerja migran dan ekspaktriat yang tidak memiliki kewarganegaraan.
Studi terbaru memperkirakan sampai 4,4 persen dari populasi mengidentifikasi diri sebagai orang Kristen, naik dari 0,1 persen dibanding awal abad ke-20.
Tetapi tidak ada gereja di Arab Saudi. Bahkan mengenakan apapun simbol-simbol agama Kristen - termasuk pohon terang atau lampu Natal -- tidak terpikirkan.
"Saya terbang pulang ke Arab Saudi hampir setiap Natal. Kami berdoa dalam kelompok-kelompok kecil, " kata Laura, 18 tahun, seorang Kristen Ortodoks dari California yang menghabiskan sebagian besar masa mudanya di Suriah dan Arab Saudi dan meminta untuk diidentifikasi hanya dengan nama depannya.
"Pada malam Natal, kami biasanya merayakan di suatu tempat pribadi atau di Kedutaan di mana hanya orang asing diizinkan. Kami minum dan pesta sampai pukul enam pagi, "kata Laura, yang saat ini sedang mempelajari ilmu saraf di University of California, Riverside.
"Pemerintah Saudi tahu tentang hal itu, asalkan tidak ada orang Saudi di perayaan kami, kita aman."
Menurut Laura, non-Arab Muslim secara rutin bergabung dengan perayaan Natal dan menganggapnya sebagai kesempatan untuk belajar hal-hal baru.
"Kami tahu Allah menjaga kami, dan itulah sebabnya kami tetap aman di Kerajaan Arab Saudi merayakan kesempatan ini sejauh ini," ia melanjutkan. "Sangat penting bagi kami untuk merayakan acara-acara Kristen, karena merupakan salah satu cara kami dapat mewariskan agama kami kepada anak-anak kami dan orang-orang muda."
Jeff King, Presiden International Christian Concern (ICC), memperingatkan bahwa perayaan Natal apapun masih membawa risiko pribadi yang besar di Arab Saudi karena orang masih dapat ditahan secara sewenang-wenang karena melanggar hukum agama.
"Masa Natal adalah waktu yang menegangkan bagi orang Kristen di Arab Saudi, yang harus merayakannya secara rahasia, mempertaruhkan penangkapan dan deportasi," kata dia
Pada bulan Desember 2012, media Arab melaporkan polisi agama Arab Saudi menggerebek rumah pribadi, menangkap lebih dari 40 tamu karena "merencanakan untuk merayakan" kelahiran Yesus.
Padahal bila menilik sejarah, sebelum penyebaran Islam di abad ke-7, Kristen membangun gereja-gereja di seluruh negara di Teluk Persia, dan salah satu struktur gereja paling awal yang pernah ada, di abad ke-4, ditemukan para arkelolog di Jubail.
Rasul Paulus pun pernah menghabiskan waktunya di Saudi, seperti juga yang dilakukan Thomas. Sebagian dari wilayah tertentu seperti Najrat di selatan, sebagian besar tetap Kristen sampai abad ke 10.
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...