Jurnalis Afghanistan Terbunuh oleh Serangan Bom
KABUL, SATUHARAPAN.COM-Seorang wartawan Afghanistan yang bekerja untuk jaringan radio yang didanai Amerika Serikat tewas dalam ledakan bom di Afghanistan selatan pada hari Kamis (19/11), kata para pejabat. Serangan bom ini terjadi beberapa hari setelah seorang mantan presenter televisi dibunuh di Kabul.
Kematian reporter Radio Liberty, Aliyas Dayee, di provinsi Helmand, pusat pertempuran sengit antara pasukan pemerintah dan Taliban dalam beberapa pekan terakhir, dikecam oleh kantor kepresidenan sebagai serangan lain terhadap kebebasan pers di negara yang dilanda perang itu.
Juru bicara gubernur Helmand, Omar Zwak, mengatakan Dayee tewas di ibu kota provinsi, Lashkar Gah, ketika "bom" yang dipasang di mobilnya meledak.
Dayee berusia 33 tahun dan meninggalkan seorang putri, kata pemimpin redaksi Radio Liberty, Rateb Noori, kepada AFP.
Dia sedang dalam perjalanan ke klub pers lokal bersama dengan saudaranya, yang terluka dalam ledakan itu, tambah Noori.
Sediq Sediqqi, juru bicara Presiden Ashraf Ghani, mengecam serangan itu. “Tanpa diragukan lagi, pembunuhan Aliyas Dayee adalah pekerjaan musuh kebebasan berekspresi dan media,” kata Sediqqi di Twitter.
Tokoh Jadi Target Pembunuhan
Radio Liberty, awalnya didirikan sselama Perang Dingin, dan didanai oleh pemerintah AS. Dan sejauh ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Pembunuhan Dayee terjadi setelah Yama Siawash, mantan presenter televisi Afghanistan, tewas pada 7 November dalam serangan bom serupa di Kabul.
Kedua pembunuhan itu terjadi di tengah meningkatnya kekerasan di seluruh Afghanistan, sebagian besar dilakukan oleh Taliban ketika mereka berusaha untuk mendapatkan pengaruh dalam pembicaraan damai di Qatar yang tampaknya terhenti.
Di Lashkar Gah terjadi pertempuran sengit bulan lalu ketika gerilyawan Taliban melancarkan serangan besar-besaran dalam upaya merebut kota itu, yang memicu eksodus ribuan keluarga.
Provinsi Helmand adalah benteng Taliban, dan tempat pasukan internasional bertempur dalam beberapa serangan paling berdarah dalam perang 19 tahun di Afghanistan.
Pembunuhan yang menargetkan tokoh-tokoh terkemuka, termasuk jurnalis, ulama, politisi dan aktivis hak asasi, juga menjadi lebih umum dalam beberapa bulan terakhir.
Pada hari Rabu (18/11), Wakil Presiden Afghanistan, Amrullah Saleh, menuduh Taliban berencana membunuh anggota kelompok masyarakat sipil. “Mereka adalah sasaran empuk. Pembunuhan itu bertujuan untuk mengikis dan melukai emosi masyarakat, yang akan menyebabkan ketidakpuasan orang-orang terhadap pemerintah," kata Saleh dan seorang pengkritik keras Taliban, mengatakan di Twitter. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...