Jurnalisme Dukung Olahraga dengan Tidak Membombardir Kegagalan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Jurnalisme olahraga harus menunjang perkembangan olah raga suatu bangsa, karena merupakan salah satu pemberi semangat kepada para atlet yang sedang berlaga di suatu kejuaraan atau event tertentu.
“Kalau kita lihat sekarang contoh di Singapura, kenapa para atlet mereka bisa maju dan olah raga mereka juga, karena kalau mereka mengalami kekalahan, mereka tidak terpengaruh dengan tekanan rakyat. Mereka bisa maju karena pemberitaan selalu mendukungn para atlet, nah kalau kita sekarang ini setiap kali ada kesalahan atau kekalahan di cabang olah raga tertentu kan kita malah sering membesar-besarkan konflik di cabang olah raga,” kata Sumohadi Marsis, jurnalis olahraga senior pada Keterangan Pers KONI Pusat dan Media Tentang SEA Games 2015 dan Asian Games 2018, di Gedung KONI Pusat, Kamis (7/5).
Sumohadi mengatakan berita olah raga yang dihasilkan antara satu pewarta dengan pewarta lainnya harus memiliki perbedaan, jangan hanya membuat berita yang biasa-biasa.
“Persiapkan dulu sejarah atlet, dan juga siapkan juga tentang persiapan olahraga saat ini,” kata Sumohadi.
Sumohadi menyoroti bahwa konflik dalam cabang olahraga di Indonesia memiliki kecenderungan dieksploitasi dan dibesar-besarkan hingga memicu keresahan bagi para atlet.
Sumohadi menyebut bahwa media berevolusi, dan jurnalisme olahraga memiliki kecenderungan cepat berubah dan melakukan evaluasi setiap kurun waktu tertentu terhadap prestasi cabang olahraga di ajang olahraga tertentu.
“Saya tahu wartawan saat ini lebih mudah mengolah berita dengan informasi, karena dengan perkembangan teknologi seharusnya dapat membuat sebuah artikel olahraga berbobot dan lengkap dalam waktu singkat,” kata Sumohadi.
Sumohadi Marsis dahulu merupakan wartawan Kompas, dan pada era-1980an dia bersama dengan beberapa wartawan olahraga lainnya di Kompas dia mendirikan tabloid Bola.
Sumohadi memberi penjelasan bahwa perkembangan olahraga saat ini harus didukung dengan sumber daya manusia yang baik dari para atlet, dan juga semangat nasionalisme seperti pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno pada 1963. Ketika itu semangat Indonesia dalam berolah raga sangat tinggi seperti yang ditunjukkan pada Ganefo (Games of New Emerging Forces, Pesta Olah Raga Negara-Negara Blok Timur).
“Penting untuk wartawan menuliskan juga prestasi dan sejarah sebuah cabang olah raga, karena sebagai pewarta yang baik kita mengulas sebuah olah raga keseluruhan, dan atlet harus dibuat bangga atas tulisan kita, agar atlet dan pembaca tidak lupa sejarah,” kata Sumohadi.
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...