Loading...
DUNIA
Penulis: Melki Pangaribuan 19:44 WIB | Minggu, 16 Agustus 2015

Kabinet Australia Terbelah Opsi Isu Penikahan Sesama Jenis

(Dari kanan) PM Tony Abbott, Menteri Komunikasi Malcolm Turnbull, dan Menteri Sosial Scott Morrison. (Foto: australiaplus.com)

CANBERRA, SATUHARAPAN.COM - Kabinet Pemerintahan PM Tony Abbott tampaknya terbelah dalam isu apakah pernikahan sesama jenis sebaiknya diserahkan keputusannya kepada rakyat Australia melalui plebisit atau referendum. Kedua opsi yang diperdebatkan pemerintah ini memiliki implikasi yang berbeda.

Sebelumnya para politisi pendukung legalisasi pernikahan sesama jenis mendorong perlunya Parlemen Australia segera melakukan voting berdasarkan pilihan hati nurani anggota, bukan menurut garis kebijakan partai politik.

Namun, PM Abbott lebih memilih untuk menunda dengan menyarankan perlunya isu ini diserahkan keputusannya kepada rakyat Australia sendiri, apakah melalui mekanisme plebisit atau referendum.

Menteri Sosial, Scott Morrison termasuk yang menghendaki agar isu legalisasi pernikahan sesama jenis ini diputuskan melalui referendum untuk mengubah pasal-pasal mengenai pernikahan di dalam konstitusi.

Namun ketentuan menyebutkan bahwa referendum memerlukan bukan hanya suara mayoritas secara nasional melainkan juga harus mayorits dalam jumlah negara bagian.

Di sisi lain, sejumlah menteri menolak opsi referendum seperti ini, dan menyarankan opsi plebisit, yang hanya memerlukan suara mayoritas secara nasional, tidak perlu mayoritas di semua negara bagian.

Namun kelemahan opsi plebisit adalah karena hasilnya tidak mengikat bagi pemerintah.

Menteri Komunikasi, Malcolm Turnbull misalnya menolak opsi referendum dan memperingatkan konsekuensi bagi pemerintah jika legalisasi pernikahan sesama jenis menjadi isu dalam pemilu mendatang.

"Ini akan menjadi isu panas dalam pemilu. Tentu saja Partai Buruh menghendaki hal itu terjadi, karena mereka pikir bagus buat mereka," kata Menteri Turnbull sebagaimana dikutip australiaplus.com, hari Jumat (14/8).

Menurut Turnbull, parlemen bisa membuat Undang-undang baru yang mengatur bahwa hasil plebisit bersifat mengikat bagi pemerintah.

Ia sendiri mengusulkan opsi lain, yaitu agar isu ini divoting di parlemen dan salah satu pasalnya harus menyebutkan bahwa UU legalisasi pernikahan sesama jenis baru bisa berlaku jika disetujui mayoritas rakyat melalui plebisit.

"Dengan demikian pemerintah setidaknya telah menangani isu ini sebelum pemilu mendatang," katanya, seraya menambahkan terserah kabinet untuk memutuskan langkah terbaik.

Menteri lainnya, Menteri Pendidikan, Christopher Pyne juga sependapat bahwa hal ini sebaiknya diputuskan melalui plebisit.

"Tidak perlu mengubah konstitusi melalui referendum yang biayanya pasti mahal sekali," katanya.

Jaksa Agung, George Brandis juga sependapat bahwa isu legalisasi pernikahan sesama jenis sebaiknya diputuskan melalui plebisit.

Namun dukungan bagi opsi referendum juga datang dari anggota parlemen dari faksi pemerintah lainnya termasuk Dennis Jensen, meskipun dengan alasan berbeda.

Jensen menyebutkan setuju referendum karena telah terbukti bahwa sejumlah isu yang diajukan melalui referendum di Australia ternyata gagal. Misalnya isu agar Australia berubah menjadi republik yang dilakukan di tahun 1990an.

"Jadi, melalui referendum, isu ini justru akan tenggelam dengan sendirinya," kata Jensen.

Konsekuensi Politik

Seorang anggota parlemen faksi pemerintah Wyatt Roy secara terbuka menyatakan akan mendukung legalisasi pernikahan sesama jenis jika divoting melalui parlemen, meskipun partainya memiliki kebijakan berbeda.

Ia mengakui sikapnya ini bisa membawa konsekuensi bagi karir politiknya. "Dalam pemilu lalu, isu ini dijadikan senjata oleh lawan-lawan politik untuk menyerang saya," kata Roy kepada ABC.

Ia mengatakan isu semacam ini seharusnya melampaui batas politik.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home