Kantor Urusan Haji: Biro Travel Tak Berizin Bisa Dipidana
JEDDAH, SATUHARAPAN.COM-Konsul Haji KJRI Jeddah, Arab Saudi, Nasrullah Jasam, mengatakan, biro travel tak berizin yang memberangkatkan jemaah umrah dapat dikenakan hukum pidana.
"Jika ada travel yang tidak berizin memberangkatkan jemaah, maka itu adalah tindakan kriminal/pidana dan dapat dikenakan hukuman penjara. Kami meminta agar muasasah mengecek legalitas perizinan travel yang akan diajak kerjasama," tegas Nasrullah di Jeddah, Kamis (18/8).
Kantor Urusan Haji (KUH) Indonesia mengundang sembilan syarikah/muassasah penyelenggara umrah yang cukup besar di Arab Saudi. Pertemuan yang berlangsung di KUH, Jeddah itu membahas penyelenggaraan umrah.
Hadir juga Konsul Haji KJRI Jeddah, Nasrullah Jasam, Kasubdit Pengawasan Umrah dan Haji Khusus, Noer Aliya Fitra, Staf Teknis Haji, Makki, dan para pengurus sembilan Syarikah/Muassasah Umrah di Saudi.
Konsul Haji KJRI Jeddah Nasrullah Jasam mengingatkan para syarikah agar mereka memperhatikan status penyelenggaraan perjalan ibadah umrah (PPIU), berizin atau tidak. Sebab, regulasi di Indonesia mengatur bahwa jemaah umrah Indonesja harus berangkat melalui PPIU atau travel yang telah memiliki izin dari Kementerian Agama.
Terkait rencana pemerintah Arab Saudi untuk memberlakukan sistem bussines to consumer (B to C) dalam penyelenggaraan umrah, Nasrullah berharap agar hal itu bisa ditinjau ulang. Sebab, dengan skema B to C, maka saat keberangkatan, tidak ada yang bertanggung jawab jika ada masalah yang menimpa jemaah saat berada di Arab Saudi.
"Skema B to C juga tidak sejalan dengan regulasi di Indonesia yang mengharuskan pemberangkatan jemaah umrah melalui PPIU berizin," terangnya.
Standar Layanan Minimal
Selain masalah perizinan, kata Nasrullah, Kementerian Agama juga sudah mengatur bahwa PPIU harus memiliki standar layanan minimal dalam pemberangkatan jemaah umrah. Standar layanan tersebut antara lain:
- Kesesuaian paket layanan dengan perjanjian tertulis dengan jemaah.
- Transportasi pesawat maksimal 1 kali transit.
- Hotel di Makkah maksimal 1.000 meter dari Masjidil Haram dan maksimal 700 meter dari Masjid Nabawi. "Jika lebih dari itu, harus disediakan bus shuttle untuk jemaah," tukas Nasrullah.
- Satu kamar maksimal diisi empat orang.
- Konsumsi tiga kali sehari.
- Ada pelayanan kesehatan dan pengurusan jemaah sakit dan wafat.
"Kami minta agar muasasah atau syarikah juga berkomitmen terhadap layanan transportasi, hotel, dan konsumsi jemaah," pesan Nasrullah.
"Saat kedatangan dan kepulangan jemaah umrah, juga harus ada petugas muasasah yang ikut menjemput/memberangkatkan mereka di Bandara, termasuk mengurus tasrih jemaah umrah untuk masuk Raudah Masjid Nabawi," katanya.
Kasubdit Pengawasan Umrah dan Haji Khusus, Noer Aliya Fitra (Nafit), menambahkan bahwa setiap jemaah umrah Indonesia telah dibekali kartu identitas yang dicetak setiap PPIU. Pihak muasasah/syarikah perlu mengecek dan memastikan setiap jemaah sudah memiliki kartu identitasnya.
"Pada kartu identitas itu, ada QR code yang bisa dibaca menggunakan alat scan QR code, dan dapat menunjukkan nama, nomor paspor, hotel yang ditempati, tanggal berangkat dan pulang umrah, serta sertifikat vaksin COVID-19," terangnya.
Saat request visa umrah, jemaah umrah juga sudah harus membayar jaminan/asuransi kesehatan dan kematian. Untuk jemaah yang sakit, dirawat di rumah sakit pemerintah. Jika tidak di rumah sakit pemerintah, muasasah harus tetap melakukan pengawalan terhadap risiko biaya yang timbul.
"Untuk jemaah yang wafat, kami mohon agar dipermudah saat mengurus klaim asuransi kematian yang bersangkutan," harap Nafit.
Editor : Sabar Subekti
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...