Kasih Mula-mula
Gedung boleh berubah, pendeta boleh berganti, aktivis dan anggota majelis bisa regenerasi, umat datang dan pergi, tata ibadah bisa dimodifikasi, namun perhatian, pelayanan, dan kasih mula-mula, semestinya tidak berkurang.
SATUHARAPAN.COM – Setiap masa punya orangnya dan setiap orang punya masanya. Kalimat ini sering kita baca dan dengar di berbagai media. Umumnya digunakan untuk mengingatkan orang agar legawa ketika perannya harus berakhir, entah karena faktor usia atau tak lagi memiliki kesempatan berperan.
Bagi saya, kalimat itu memiliki makna tambahan, berkait perjumpaan saya dengan GKI Pengadilan 35 yang berlangsung dalam tiga periode. Saya datang lalu pergi, datang lagi dan pergi lagi, dan sekarang kembali berada di sini, semuanya dengan satu alasan: kuliah di IPB.
Pada setiap perjumpaan, saya menemui sejumlah orang baru sekaligus kehilangan orang lama. Yang dahulu muda telah menua. Sebelumnya murid sekolah minggu saya, kini menjadi remaja bahkan pemuda. Orang berganti seiring waktu.
Perjumpaan pertama terjadi ketika menginjakkan kaki di Bogor pada 1992. Sebagai calon mahasiswa IPB dari desa, saya diantar mantan guru saya ke Sempur Kaler 94, tempat orang-orang Manado ”bermarkas”. Saya mengenal dan menyaksikan sendiri bagaimana GKI melalui wilayah 5, memerhatikan umat, terlebih kaum perantau. Mulai dari mengajak bersekutu dan paduan suara, memerhatikan yang sakit, bahkan meminjamkan boks bayi ketika ada yang memerlukan. Hati saya tersentuh dan berkeyakinan, saya tidak akan sendirian di sini karena ada gereja yang memperhatikan saya.
Selanjutnya saya memutuskan untuk bergereja di GKI sampai mengaku percaya (sidi) bahkan menjadi guru sekolah minggu. Benar dugaan saya, saya tidak sendirian. Saya memiliki keluarga yang memerhatikan, tempat berbagi suka dan duka. Saya menjadi bagian suatu persekutuan yang membuat iman saya bertumbuh, semakin mengenal Kristus.
Gedung boleh berubah, pendeta boleh berganti, aktivis dan anggota majelis bisa regenerasi, umat datang dan pergi, tata ibadah bisa dimodifikasi, namun perhatian, pelayanan, dan kasih mula-mula, semestinya tidak berkurang, bahkan semakin kuat menyatukan jemaat. Pertumbuhan jumlah anggota kadang membuat orang semakin individualis. Peranan Yesus sebagai kepala gereja untuk tetap menghadirkan Kristus bagi dunia ini, tidak boleh tergantikan hanya karena perubahan orang dan masa. Garam tidak boleh menjadi tawar karena jika demikian bagaimanakah GKI Pengadilan 35 akan mengasinkan Bogor?
Allah, Sang Pemilik Gereja, tidak berubah. Kasih-Nya tetap, tidak dipengaruhi perubahan masa dan pergantian pemeran. Kasih itu pula yang akan memampukan GKI Pengadilan 35 untuk tetap menjadi berkat bagi sesama atau setidaknya membuat seseorang tidak merasa sendirian menjalani hidup di kota Bogor ini, seperti yang dahulu pernah saya rasakan.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...