Kaukus Papua Minta PT Freeport Bangun Smelter
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kaukus Parlemen Papua di DPR dan DPD RI meminta PT Freeport membangun pabrik pemurnian atau "smelter" di tanah Papua dalam kurun waktu tiga tahun dan meminta pemerintah tetap membuka peluang ekspor hasil tambang perusahaan itu.
"Kami sudah bertemu dengan Serikat Pekerja PT Freeport, mereka meminta ada toleransi tiga tahun untuk tetap bisa ekspor dengan syarat, PT Freeport harus bangun pabrik pemurnian di Papua, tidak boleh di tempat lain," kata Anggota Kaukus Papua DPR dan DPD RI, Robert Joppy Kardinal dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (20/12).
Robert menjelaskan Undang-Undang Otonomi Khusus bisa jadi salah satu celah untuk tetap membuka peluang PT Freeport ekspor keluar negeri.
Namun menurut dia, dengan satu syarat PT Freeport bangun pabrik smelter alias pemurnian di Papua.
"Sebenarnya PT Freeport punya pabrik smelter di Gresik namun hanya mampu mengolah 30 persen hasil mineral tambang yang digali dari sumberdaya alam Papua dan 70 persen di ekspor keluar negeri," ujarnya.
Karena itu, Robert yang juga politisi Golkar dan Anggota Komisi IV DPR RI ini tidak habis pikir PT Freeport seakan-akan tidak punya kemampuan bangun pabrik pemurnian di Papua.
Dia menilai dari Sorong, Kaimana sampai Fak-Fak memiliki gas dan batubara untuk keperluan bahan bakar pabrik tersebut tersedia sangat besar.
"Harga tanah juga lebih murah daripada di Jawa. Kalau perlu kita kasi Pulau kosong, tapi dengan syarat harus bangun pabrik di Papua," tegasnya.
Dari sisi keuangan, Robert yakin PT Freeport sangat mampu bangun pabrik smelter karena perusahaan itu mampu bayar pajak dua miliar dollar Amerika Serikat per tahunnya.
"Ini berarti keuntungannya ada berapa kali lipat dari dua miliar dollar AS itu, tapi kenapa bangun smelter saja tidak bisa. Pemerintah harus tegas pada Freeport karena ini semata-mata demi masyarakat Papua," katanya.
Politisi Papua Agustina Basik-Basik menuntut PT Freeport untuk bangun Kantor Pusat di Papua.
Selama ini menurut Agustina, Jayapura cuma dianggap kantor perwakilan sementara kantor pusatnya di Jakarta karena itu analogi itu dibalik.
"PT Freeport sudah gali sumberdaya alam Papua selama 36 tahun dari tahun 1967, jadi untungnya tidak sedikit. Kami menutut PT Freeport bikin kantor pusat di Timika, atau Jayapura, Jakarta menjadi kantor perwakilan sehingga pusat manajemen harus di sini," ujarnya.
Namun Agustina menyayangkan selama puluhan tahun beroperasi perusahaan itu, anak-anak Papua belum ada satu pun yang bisa tebus sampai di level pengambil kebijakan.
"Berarti ada kesalahan manajemen atau ketidakpedulian pada masyarakat Papua, artinya mereka cuma mau keruk alam Papua," katanya.
Sementara itu, Ketua Kaukus Parlemen Papua Paskalis Kosay menambahkan sebenarnya pihaknya sudah punya 11 tuntutan kepada pemerintah pusat dan PT Freeport.
Diantaranya menurut dia, menuntut keberadaan kantor pusat di Papua, President Direktur sudah saatnya menempatkan orang Papua, Penyertaan saham pemrintah daerah, dan peninjauan ulang kontrak karya.
Selain itu, ujar dia, pelibatan masyarakat adat, dan lainnya termasuk membangun pabrik pemurnian di Papua.
"Tuntutan ini akan kami sampaikan dalam bentuk surat baik ke pemerintah pusat dan pemilik modal agar tuntutan masyarakat Papua ini disikapi," katanya. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...