Kaus dan Topi NIIS Marak di Purwokerto
SURAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kaus dan topi berlogo Daulah Islamiyah atau yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) marak dijual sejumlah pedagang di Purwokerto, Jawa Tengah.
Hal itu diutarakan Pangdam IV Diponegoro, Mayjen TNI Sunindyo, ketika ditemui sebelum menjadi pembicara dalam kuliah umum mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Rabu (20/8).
“Aneh kan, sudah dilarang tapi masih banyak yang memakai atributnya. Yang membuat itu memanfaatkan momentum ini untuk berjualan atribut seperti kaos dan topi berlogo NIIS,” ucap Sunindyo seperti dikutip dari bbc.co.uk, Rabu (20/8).
Mayjen TNI Sunindyo menyayangkan peredaran atribut NIIS di Purwokerto, mengingat keberadaan kelompok tersebut telah dilarang negara.
“Sudah tahu dilarang pemerintah, ya jangan memakai atribut yang berbau NIIS,” ujar dia.
Soal perkembangan kelompok NIIS di Jawa Tengah, dia mengaku ada beberapa daerah yang perlu mendapatkan pengawasan lebih. “seperti Kebumen dan Surakarta. Meski demikian, semua daerah di Jawa Tengah harus diwaspadai,” kata dia.
Salah satu yang patut diwaspadai, lanjut Sunindyo, ialah munculnya ancaman simpatisan Daulah Islamiyah terhadap Candi Borobudur.
“Untuk menjaga Candi Borobudur merupakan tugas aparat keamanan. Namun, pengamanan tersebut juga mengajak komponen masyarakat untuk saling bekerja sama menjaga keamanan. Jangan sampai terjadi penghancuran itu (Candi Borobudur),” tutur dia.
Cegah Anak Muda
Penyebaran paham kelompok NIIS sebelumnya dikhawatirkan merebak di kalangan muda Indonesia.
Kakak Wildan Mukhollad, WNI yang meninggal di Irak saat bergabung dengan NIIS mengimbau pemerintah agar mencegah anak-anak muda berperang bersama kelompok itu.
Muhammad In’am , kakak Wildan, mengatakan adiknya ke Mesir untuk melanjutkan sekolah menengah pada 2011, dan bergabung dengan NIIS di Suriah sekitar tahun 2012 kemudian ke Irak.
“Saya khawatir pada mereka yang mau berangkat tidak memiliki pemahaman Islam yang utuh, saya sendiri tidak sepaham, karena bagi saya Islam itu rahmatan lil ’alamin, saya harap aparat (pemerintah) bisa duduk bersama, dan memberikan pemahaman tentang gerakan Islam di pondok (pesantren) dan kampus untuk mencegahnya,” kata In’am.
“Saya lebih khawatir jika mereka melakukannya di Indonesia,” tambah In’am.
Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan sekitar 56 orang WNI bergabung dengan NIIS, empat orang di antaranya tewas dan salah satunya akibat bom bunuh diri.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...