Kazakhstan: Pasca Kerusuhan, 8.000 Ditahan, 164 Tewas
ALMATY, SATUHARAPAN.COM-Hampir 8.000 orang di Kazakhstan ditahan oleh polisi selama protes yang berubah menjadi kekerasan pekan lalu dan menandai kerusuhan terburuk yang pernah dihadapi negara bekas Soviet itu sejak memperoleh kemerdekaan 30 tahun lalu, kata pihak berwenang hari Senin (10/1).
Presiden Kassym-Jomart Tokayev pada hari Senin menggambarkan kerusuhan yang mengikuti protes awalnya damai terhadap kenaikan harga energi sebagai "agresi teroris" terhadap negara Asia Tengah yang kaya mineral berpenduduk 19 juta itu, dan dia menolak laporan bahwa pihak berwenang menargetkan demonstran damai sebagai "disinformasi."
Kementerian Dalam Negeri Kazakhstan melaporkan bahwa 7.939 orang telah ditahan di seluruh negeri. Komite Keamanan Nasional, badan kontra-intelijen dan anti-terorisme Kazakhstan, mengatakan pada hari Senin bahwa situasinya telah “stabil dan terkendali.”
Hari Senin dinyatakan sebagai hari berkabung bagi para korban kerusuhan, yang menurut kementerian kesehatan menewaskan 164 orang, termasuk tiga anak-anak.
Demonstrasi dimulai pada 2 Januari atas kenaikan hampir dua kali lipat harga bahan bakar kendaraan dan dengan cepat menyebar ke seluruh negeri, dengan slogan-slogan politik yang mencerminkan ketidakpuasan yang lebih luas terhadap pemerintah otoriter Kazakhstan.
Dalam sebuah konsesi, pemerintah mengumumkan batas harga 180 hari untuk bahan bakar kendaraan dan moratorium kenaikan tarif. Saat kerusuhan memuncak, kabinet menteri mengundurkan diri dan presiden menggantikan Nursultan Nazarbayev, mantan pemimpin lama Kazakhstan, sebagai kepala Dewan Keamanan Nasional.
Salah satu slogan utama protes pekan lalu, "Orang tua keluar," adalah referensi ke Nazarbayev, yang menjabat sebagai presiden dari kemerdekaan Kazakhstan sampai ia mengundurkan diri pada tahun 2019 dan menunjuk Tokayev sebagai penggantinya. Nazarbayev telah mempertahankan kekuasaan substansial di pucuk pimpinan Dewan Keamanan Nasional.
Meskipun ada konsesi, protes berubah menjadi sangat keras selama beberapa hari. Di Almaty, kota terbesar di Kazakhstan, para pengunjuk rasa membakar balai kota dan menyerbu serta merebut bandara. Selama beberapa hari, tembakan sporadis dilaporkan terjadi di jalan-jalan kota.
Pihak berwenang menyatakan keadaan darurat atas kerusuhan tersebut, dan Tokayev meminta bantuan dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif, aliansi militer enam negara bekas Soviet yang dipimpin Rusia. Kelompok tersebut telah mengizinkan pengiriman sekitar 2.500 tentara sebagian besar Rusia ke Kazakhstan sebagai penjaga perdamaian.
Tokayev mengatakan demonstrasi dihasut oleh "teroris" dengan dukungan asing, meskipun protes tidak menunjukkan pemimpin atau organisasi yang jelas. Pada hari Jumat, dia mengatakan dia memerintahkan polisi dan militer untuk menembak untuk membunuh "teroris" yang terlibat dalam kekerasan itu. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...