KDRT Tidak Bisa Dibenarkan, Apalagi Disembunyikan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM- Kementerian Agama menegaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak bisa dibenarkan, dan disembunyikan, kata Staf Khusus Menteri Agama Bidang Ukhuwah Islamiyah, Hubungan Organisasi Kemasyarakatan dan Sosial Keagamaan, serta Moderasi Beragama, Isfah Abidal Aziz.
"Segala bentuk KDRT tidak bisa dibenarkan apalagi disembunyikan dengan dalih keluhuran istri. Sikap Kementerian Agama tegas dan tidak tawar-menawar dalam persoalan ini," kata pria yang juga akrab disapa Gus Alex ini di Jakarta, Sabtu (5/2).
Dia mengatakan itu terkait isu yang muncul di mana seorang perempuan penceramah menyebutkan dalam ceramah yang diunggah ke media sosial bahwa sebaiknya KDRT tidak diungkapkan, dan harus disembunyikan.
"Relasi laki-laki dan perempuan harus dijalin dalam semangat keadilan dan saling memberi penghormatan," katanyanya.
Isfah mengaku prihatin, KDRT masih terjadi dan umumnya yang menjadi korban adalah pihak perempuan. Untuk mengatasi masalah KDRT, lanjutnya, harus menggunakan pendekatan yang komprehensif meliputi berbagai aspek dan melibatkan semua pihak.
"Mengatasi masalah KDRT, tidak cukup hanya upaya kuratif, tetapi juga upaya preventif," jelasnya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, dari aspek hukum, saat ini sudah ada UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maka, harus dilakukan upaya serius untuk mensosialisasikannya ke seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu, harus ada penegakan hukum secara konsisten, dan diperlukan adanya sensitivitas bagi seluruh aparat penegak hukum. "Dalam upaya penegakan hukum ini, peran negara sangat penting," tegasnya.
Kedua, aspek kesadaran kolektif masyarakat. Ini terkait dengan upaya penyadaran masyarakat pada kesetaraan dan keadilan relasi laki-laki dan perempuan. Kalangan masyarakat harus secara kolektif dikutsertakan, seperti tokoh agama dan cendekiawan, aktivis, tokoh politik dan tokoh masyarakat. Salah satu sarana yang sangat tepat dalam penyadaran masyarakat ini adalah melalui lembaga pendidikan.
"Ketiga, aspek sarana dan prasarana perlindungan korban. Ini dapat dilakukan dengan pembentukan pusat-pusat penanganan korban KDRT, tenaga medis, konselor, psikiater, rohaniwan dan sebagainya yang memiliki sensitivitas yang tinggi," katanya.
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...