Kedubes Suriah di Lebanon Tangguhkan Layanan Saat Tentara Mereka Dipulangkan
BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Kedutaan Besar Suriah di Lebanon menangguhkan layanan konsuler pada hari Sabtu (27/12), sehari setelah dua kerabat Presiden Suriah yang digulingkan Bashar al Assad ditangkap di bandara Beirut dengan paspor yang diduga palsu.
Pada hari Sabtu juga, otoritas Lebanon menyerahkan puluhan warga Suriah — termasuk mantan perwira tentara Suriah di bawah Assad — kepada otoritas Suriah yang baru setelah mereka tertangkap memasuki Lebanon secara ilegal, menurut pemantau perang dan pejabat Lebanon.
Kedutaan mengumumkan di halaman Facebook-nya bahwa pekerjaan konsuler ditangguhkan "sampai pemberitahuan lebih lanjut" atas perintah kementerian luar negeri Suriah. Pengumuman itu tidak memberikan alasan penangguhan tersebut.
Dua pejabat keamanan Lebanon, yang berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk berbicara di depan umum, mengatakan penangguhan itu diperintahkan karena paspor milik kerabat Assad — istri dan putri salah satu sepupunya — diyakini telah dipalsukan di kedutaan.
Paman Assad, Rifaat Assad — yang telah didakwa di Swiss atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan — telah terbang sehari sebelumnya dengan paspor aslinya dan tidak dihentikan, kata para pejabat.
Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris melaporkan Sabtu bahwa 70 warga Suriah, termasuk mantan perwira militer, diserahkan oleh delegasi keamanan Lebanon kepada pasukan keamanan pemerintah Suriah yang baru, yang dipimpin oleh mantan kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham, atau HTS. Tiga pejabat pengadilan Lebanon, yang berbicara dengan syarat anonim, mengonfirmasi laporan tersebut.
Kedatangan Delegasi Negara Lain
Negara-negara regional dengan cepat menjalin hubungan dengan para penguasa baru Suriah. Delegasi pejabat Libya dan Bahrain tiba di Damaskus pada Sabtu dalam kunjungan resmi.
Pemimpin HTS, Ahmad al-Sharaa, yang sebelumnya dikenal sebagai Abu Mohammed al-Golani, sebagian besar berhasil meredakan ketakutan di dalam dan luar Suriah bahwa kelompoknya akan melancarkan hukuman kolektif terhadap komunitas yang mendukung pemerintahan Assad atau berupaya memberlakukan hukum Islam yang ketat terhadap minoritas agama di negara itu.
Namun, dalam beberapa hari terakhir, bentrokan sporadis telah terjadi antara pasukan keamanan yang dipimpin HTS dan kelompok bersenjata pro Assad. Pasukan keamanan baru negara itu telah melancarkan serangkaian penggrebegan yang menargetkan pejabat yang berafiliasi dengan Assad dan telah mendirikan pos pemeriksaan di daerah dengan populasi signifikan minoritas agama Alawi tempat mantan presiden itu berasal untuk mencari senjata.
Telah terjadi pula ketegangan dan bentrokan yang sedang berlangsung di Suriah timur laut antara pasukan yang dipimpin Kurdi dan kelompok bersenjata yang didukung oleh Turki. Banyak orang Kurdi memandang tatanan baru di Damaskus, yang tampaknya telah memperkuat posisi Turki di Suriah, dengan rasa cemas.
Ankara menganggap Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi — sekutu utama Amerika Serikat dalam perang melawan kelompok ISIS — sebagai afiliasi musuh bebuyutannya, Partai Pekerja Kurdistan, atau PKK, yang digolongkannya sebagai organisasi teroris.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan pada hari Sabtu (28/12) bahwa Menteri Luar Negeri Antony Blinken telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, untuk "membahas perkembangan terbaru di Suriah."
"Menteri Blinken menekankan perlunya mendukung proses politik yang dipimpin dan dimiliki Suriah yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan memprioritaskan pemerintahan yang inklusif dan representatif," kata pernyataan itu, seraya menambahkan bahwa mereka "juga membahas tujuan bersama untuk mencegah terorisme membahayakan keamanan" Turki dan Suriah.
Pada hari Sabtu, ratusan pengunjuk rasa yang dikumpulkan oleh kelompok perempuan Kurdi berpartisipasi dalam demonstrasi di kota Hasaka di timur laut untuk menuntut hak-hak perempuan di Suriah yang baru.
Perishan Ramadan, seorang peserta dari Hasaka, mengatakan pemerintahan baru itu “lebih buruk daripada Bashar” dan para pemimpinnya adalah ekstremis Islam yang “tidak menerima peran apa pun bagi perempuan.”
Meskipun para pemimpin baru negara itu belum berupaya memaksakan busana Islami atau konvensi lainnya, masih harus dilihat peran apa yang akan dimiliki perempuan dalam tatanan baru itu dan apakah mereka akan menduduki jabatan politik atau pemerintahan.
“Perempuan harus hadir dalam konstitusi baru Suriah,” kata Rihan Loqo, juru bicara organisasi perempuan Kongra Star. "... Hak-hak perempuan tidak boleh diabaikan.” (AP)
Editor : Sabar Subekti
Harga Emas Antam Rp1,543 Juta per Gram
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Harga emas Antam yang dipantau dari laman Logam Mulia pada Jumat (3/1), k...