Kehati Ajak Masyarakat Manfaatkan Panganan Lokal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Yayasan Keanekaragaman Kehati (Kehati) menilai selama ini masyarakat lebih mengenal beras sebagai bahan pangan pokok. Akibatnya, Indonesia menjadi salah satu negara dengan konsumen beras terbesar di dunia. Padahal sejak dahulu, Indonesia mengenal keberagaman sumber pangan lokal.
“Dahulu kita mengenal beragam sumber karbohidrat, seperti sagu, talas, dan ubi (Papua dan Maluku), umbi-umbian (Papua dan Jawa), gebang, sorgum/cantel (NTT), sukun dan lainnya. Demikian juga sumber kacang-kacangan, buah, dan sayuran lokal,” kata MS Sembiring, Direktur Eksekutif Yayasan Kehati seperti rilis yang dikirim kepada satuharapan.com pada Rabu (14/1).
Data Seamoe Biotrop pada 2009 memaparkan lebih dari 800 spesies tumbuhan tumbuh di Indonesia, dengan 77 jenis karbohidrat, 75 jenis lemak/minyak, 26 kacang-kacangan, 389 buah banyak ditemukan di Indonesia.
“Jumlah ini akan berkurang jika kita tidak memiliki kepedulian untuk melestarikan keanekaragaman hayati kita. Ini yang melandasi Yayasan Kehati terus berupaya melestarikannya dengan memberikan apresiasi kepada masyarakat yang berupaya melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati, termasuk pangan lokal,” ujar Sembiring.
Maria Loretta, petani dari Way Otan Farm, Adonara Barat, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur telah melestarikan tanaman pangan lokal seperti sorgum, jelai, beras hitam, jewawut, dan bahan pangan lain yang sudah mulai susah ditemui di kampungnya.
Padahal, bahan makanan tersebutlah yang dikenalkan dari kecil oleh orang tua mereka. Bahan pangan tersebut juga tahan terhadap perubahan cuaca di wilayah Nusa Tenggara Timur yang merupakan gugusan pulau-pulau kecil. Atas upaya kerja keras Maria Loretta, Yayasan Kehati menganugerahinya Prakarsa Lestari Kehati pada 2012 silam.
Sementara itu, Suko, petani dari Dusun Kenteng, Desa Mangunsari, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah juga mendapat penghargaan Prakarsa Lestari Kehati di 2001. Suko dianggap melestarikan bibit padi lokal yang sudah jarang ditemui. Tak kurang dari 35 jenis bibit padi lokal telah dikembangbiakkan, seperti rojo lele, ketan kuthuk, kenongo, rening, menthik wangi, menthik susu, gethok, leri, papah aren, berlian, tri pandung sari, dan si buyung.
Sementara itu, pada 2002 Yayasan Kehati juga memberikan penghargaan kepada Nicholas Maniagasi, Ketua Yayasan Sagu Suaka Alam, Yapen Waropen, Papua yang telah melakukan upaya pengembangan pengolahan sagu di kampung-kampung di Papua.
“Banyak sekali upaya-upaya dari masyarakat untuk terus melestarikan keanekaragaman hayati terutama pangan lokal. Mereka adalah salah satu dari banyak masyarakat yang telah kami temukan. Masih banyak sekali pahlawan-pahlawan di kampung yang telah berupaya melestarikan pangan yang mungkin belum kami temukan. Kami hanya ingin berbagi, agar upaya mereka dapat terus menjadi inspirasi dalam melestarikan dan memanfaatkan keanekaragaman hayati kita, terutama pangan lokal,” kata Sembiring.
Yayasan Kehati menurut Sembiring akan kembali memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha pelestarian ataupun pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan yang dilakukan oleh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah, seniman, generasi muda, hingga perusahaan di seluruh Indonesia.
“Penghargaan Kehati Award VIII akan dilaksanakan pada 28 Januari 2015 di Gedung Usmar Ismail, Jakarta,” kata Sembiring.
Editor : Eben Ezer Siadari
Zelenskyy Bertemu Para Pemimpin Eropa Saat Trump Segera Menj...
BRUSSLES, SATUHARAPAN.COM-Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, bertemu pada hari Rabu (18/12) deng...