Kelompok Bersenjata Kongo Serang Petugas Kesehatan WHO
Republik Democratik Kongo Tengah Menghadapi Wabah Ebola
KONGO, SATUHARAPAN.COM-Serangan menewaskan empat pekerja pemberantasan wabah Ebola dan melukai lima orang lainnya, di sebuah kamp di Tmbang Biakato, Republik Demokratik Kongo (DRC), kata kantor koordinasi respon Ebola, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam sebuah pernyataan.
“Serangan oleh kelompok bersenjata di Tambang Biakato dan Mangina di DRC telah mengakibatkan kematian dan cedera di antara para pekerja pemberantasan wabah Ebola," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam akun Twitter. “Kami sedih bahwa ketakutan terburuk kami telah jadi kenyataan. Fokus kami adalah merawat yang terluka dan memastikan staf di lokasi aman.”
Mengomentari pesan itu, Dr Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika mengatakan tentang empati bagi keluarga dan teman-teman dari responden yang terbunuh dalam serangan itu.
Menurut WHO, para korban termasuk anggota tim vaksinasi, dua pengemudi dan seorang polisi. Tidak ada staf WHO di antara mereka yang tewas tetapi satu anggota staf terluka. Sebagian besar orang yang terluka lainnya berasal dari Kementerian Kesehatan, kata badan tersebut.
Serangan terhadap petugas kesehatan, pusat perawatan dan komunitas telah sering terjadi dalam upaya memberantaswabah Ebola DRC, terutama di Provinsi Ituri dan Kivu Utara yang dimulai pada Agustus 2018.
Kekerasan terbaru terjadi ketika orang-orang di DRC timur terus menjadi sasaran kelompok bersenjata, dengan sedikitnya 19 orang dilaporkan tewas pada hari Rabu (27/11) oleh Pasukan Demokrat Sekutu (ADF) di sebuah desa di Oicha, dekat Beni.
Kementerian Kesehatan negara itu mengatakan adanya gangguan terhadap kegiatan kesehatan di sektor Beni dan Butembo, menyusul demonstrasi menentang pembunuhan warga sipil.
Pada hari Selasa, personel kesehatan dipindahkan sementara dari Beni, menurut WHO. Namun sebagian besar staf tetap di tempat untuk terus merespons wabah penyakit itu.
Awal bulan ini di kota Lwemba, Provinsi Ituri, para penyerang membunuh seorang petugas kesehatan, dan melukai istrinya, serta membakar rumah mereka. Korban juga seorang reporter untuk stasiun radio komunitas yang membantu meningkatkan kesadaran mengenai wabah Ebola.
Sejak awal tahun, WHO telah mendokumentasikan lebih dari 300 serangan yang menyebabkan kematian enam dan mencederai 70 petugas kesehatan dan pasien.
Ketidakamanan di DRC disebabkan oleh banyaknya kelompok bersenjata, terutama di wilayah timur, dan diperkirakan sekitar 100 kelompok. WHO memperingatkan bahwa hal itu secara signifikan mempersulit pekerjaan kesehatan. Menurut pihak berwenang DRC, 2.198 orang meninggal akibat wabah Ebola hingga saat ini dari lebih dari 3.300 kasus yang dikonfirmasi, sementara lebih dari 1.000 telah pulih.
Wabah ini adalah wabah Ebola ke-10 di negara itu, dan penularan masih terjadi di zona Mandima, Mabalako, Oicha, dan Beni.
“Pemberantasan Ebola sedang mundur. Serangan-serangan ini akan memberikan kekuatan lagi, dan lebih banyak orang akan mati sebagai akibatnya, ”kata Dr. Tedros. “Sungguh tragis melihat lebih banyak penderitaan yang tidak perlu di masyarakat yang sudah sangat menderita. Kami menyerukan kepada semua orang yang memiliki peran untuk mengakhiri siklus kekerasan ini.”
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...