Kemenag dan Kemendikbudristek Kerja Sama Penguatan Moderasi Beragama di Sekolah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Agama berkoordinasi dan mendiskusikan penguatan moderasi beragama di sekolah dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Terbaru, diskusi itu dilakukan antara Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI) Kemenag dan jajarannya dengan Staf Khusus Mendiskbudristek Bidang Kelembagaan dan Manajemen Pendidikan Paroma Dei Sudharma di Senayan, hari Selasa (7/11/2022).
Direktur PAI, Amrullah, mengatakan, proses diskusi terus dilakukan karena karakteristik sekolah dan perguruan tinggi umum lebih beragam, baik dari segi adat istiadat, bahasa maupun agama.
Koordinasi antar dua kementerian ini menjadi penting karena Kemendikbud mempunyai program-progam penting dalam rangka peningkatan mutu dan kualitas pendidikan nasional. "Program moderasi beragama pada sekolah sejalan dengan program Kemendikbudristek yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dalam dunia pendidikan,” kata Amrullah.
“Indikator moderasi beragama ada empat hal, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan penerimaan terhadap tradisi. Nilai toleransi merupakan bagian penting dari moderasi beragama, karena kita hidup di sebuah alam yang transnasional dan bergerak sedemikian rupa karena itu diharapkan kita memiliki pondasi yang kuat," kata Amrullah.
Intoleransi Salah satu Dosa dalam Pendidikan
Staf Khusus Mendikbudristek Bidang Kompetensi dan Manajemen, Pramoda Dei Sudarmo, mengatakan bahwa Kemendikbudristek berkeinginan agar seluruh sekolah dapat membangun toleransi dan keragaman agama yang terjalin secara harmonis dan rukun.
"Kami mendukung penuh upaya Kementerian Agama dalam program Moderasi Beragama, yang di dalamnya terkandung penguatan toleransi dan kami siap bekerja sama untuk masa depan anak bangsa yang lebih baik," kata Pramoda Dei.
Menteri Nadiem Makarim, katanya, mendorong agar toleransi dan keberagaman disuarakan dari dunia pendidikan. Intoleransi adalah satu dari tiga ”dosa” dunia pendidikan saat ini. Dua lainnya adalah kekerasan seksual dan perundungan.
Ia mengatakan, bahwa Kemendikbudristek berkomitmen bahwa segala bentuk intoleransi tidak akan dibiarkan terjadi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Praktek intoleransi merupakan dosa besar dunia pendidikan. Karena itu ekosistem yang tidak kondusif seperti praktek intoleran, tidak boleh dibiarkan ada di lingkungan pendidikan.
“Sekolah harus memiliki conceptual framework untuk Tahun Toleransi, yaitu kurikulum yang menekankan toleransi, berpikir kritis, assessment, pelatihan untuk pendidik, lingkungan/Infrastruktur yang bersahabat, sistem yang baik untuk melaporkan kasus-kasus intoleransi dan penanganan yang baik dan sarana ibadah yang mendukung moderasi beragama," katanya.
Disebutkan, kebijakan Kemendikbud Ristek saat ini juga merambah pada nilai-nilai keberagaman dan toleransi di perguruan tinggi. Hal ini terlihat pada program Kampus Merdeka dan pertukaran mahasiswa, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
"Para mahasiswa itu akan merasakan langsung bagaimana pentingnya toleransi, baik toleransi agama maupun adat dan budaya baru," katanya. “Kita memerlukan suasana sekolah dan kampus yang penuh dengan toleransi sehingga akan membangun suasana belajar yang kondusif.”
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...