Kemenag Gelar Dialog Publik untuk Masukan RUU KUHP
SAMARINDA, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Agama menggelar dialog publik, membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Diskusi yang berlangsung di Samarinda ini mengundang sejumlah pegiat lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat (ormas) di bidang keagamaan.
Hadir sebagai pembicara, Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM, Y Ambeg Paramarta, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto, dan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso. Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD juga memberikan sambutan secara virtual.
Kegiatan ini diikuti perwakilan Kanwil Kemenag Kalimantan Timur, Kankemenag Kota Samarinda, Pemda Kaltim, Kejaksaan Tinggi Kaltim, Kejaksaan Negeri Samarinda, Polda Kaltim, Kemenkumham Kaltim, LBH Kota Samarinda, dan Dewan Pers Kota Samarinda. Hadir juga, perwakilan pesantren, perguruan tinggi, ormas keagamaan, guru madrasah, majelis agama, dan organisasi mahasiswa.
Bergabung juga secara daring, sejumlah perwakilan ormas dan Lembaga penddidikan dari Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Utara, serta para Pejabat Fungsional Analis Hukum dan Perancang Peraturan Perundang-undangan di lingkungan Kemenag se-Indonesia.
“Dialog publik ini digelar dalam rangka menggali masukan dari berbagai elemen dan lembaga masyarakat terkait RUU KUHP. Masukan dari lembaga pendidikan dan ormas keagamaan sangat diharapkan,” kata Sekjen Kemenag, Nizar, saat membuka dialog publik di Samarinda, Rabu (14/9).
Nizar mengatakan, KUHP harus terus dapat mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Karenanya, KUHP juga perlu disempurnakan secara berkesinambungan, meski selalu saja ada pro kontra dalam penyusunannya.
“Salah satu upaya meminimalisir pro kontra, diperlukan dialog publik dan diskusi dengan masyarakat dan para ahli hukum dan organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, dan pihak terkait lainnya,” terang Nizar.
Menteri Koordinator Polhukam, Mahfud MD, dalam sambutan yang disampaikan menyampaikan bahwa banyak aturan peninggalan zaman kolonial yang masih berlaku dan sudah berumur lama. Aturan-aturan itu sudah seharusnya diubah dan menyesuikan dengan tatanan hidup masyarakat, salah satunya KUHP.
“Hukum adalah bagian dari proses pelayan publik, di mana ada masyarakat di sana ada hukumnya. Sehingga harus selalu update dan melindungi masyarakat, ketika masyarakat berubah, hukum seharusnya berubah,” pesannya.
RUU KUHP ini, kata Menko Polhukkam, sudah lama disusun, lebih kurang 39 tahun. Sudah seharusnya ditetapkan, apalagi banyak diskusi, baik uji publik maupun dialog publik, yang sudah dilakukan. Presiden minta agar tiap kementerian menggelar dialog publik untuk membahas RUU KUHP ini dengan melibatkan ormas dan lembaga terkait.
“Dialog Publik ini dilakukan oleh 11 kementerian terkait, salah satunya adalah Kementerian Agama. Ini untuk mengakomodir masukan dari lembaga dan ormas masyarakat dan keagamaan. Ini demi untuk mencapai pemahaman yang sama dan penyempurnaan RUU KUHP,” katanya.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...