Kemenag Gelar Festival Toleransi dan Seni Budaya di Semarang
SEMARANG, SATUHARAPAN.COM-Badan Litbang dan Diklat Kemenag menggelar Festival Toleransi dan Seni Budaya di Klenteng Sam Poo Kong, Semarang. Festival ini digelar sebagai salah satu media penguatan Moderasi Beragama (MB) di Nusantara.
Menag Yaqut Cholil Qoumas mengapresiasi pilihan Klenteng Sam Poo Kong sebagai tempat festival. Menurut dia, klenteng ini adalah simbol yang paling kuat dari multikulturalisme, percampuran budaya, agama, etnik, dan banyak hal lainnya. Percampuran yang tidak memaksakan satu dengan lainnya, tapi saling memahami antara satu dengan lainnya.
"Klenteng Sam Poo Kong ini menjadi simbol dari pluralitas yang selama ini menjadi ciri kodrati bangsa kita," katanya, Jumat malam (18/11/2022). Festival ini mengingatkan bahwa pluralitas memiliki dua sisi yang bertolak belakang seperti mata uang. Pluralitas bisa menjadi sebuah energi untuk mencapai tujuan dan target besar kita. Sebaliknya pluralitas juga bisa menjadi alat pemecah belah di antara kita.
"Kami di Kemenag menggagas Moderasi Beragama karena ingin menjadikan pluralitas sebagai energi dan alat untuk mencapai tujuan atau target bersama, bukan untuk memecah belah satu dengan lainnya," kata Gus Men.
Dikatakan, bangsa ini merdeka dan berjaya karena mampu menjaga pluralitas. Caranya, dengan memahami satu di antara lainnya. "Moderasi Beragama dimaksudkan untuk menjaga masing-masing kita agar menjadikan pluralitas yang menjadi kodrat kita sebagai bangsa Indonesia, menjadi sebuah kekuatan dan bukan sebaliknya," katanya.
Menurut Menag, Klenteng Sam Poo Kong didominasi warna merah dan kuning. Merah melambangkan kegembiraan dan kuning kesejahteraan. "Kira-kira itulah tujuan kita berbangsa dan bernegara. Bahwa kegembiraan, kebahagiaan, dan kesejahteraan itu kita bisa capai jika satu dengan lainnya saling memahami dan mengerti tujuan berbangsa dan bernegara," katanya.
"Mari kita nikmati festival ini dan pulang semakin semangat dalam menjaga keragaman dan Indonesia yang kita cintai ini," katanya.
Festival Toleransi dan Seni Budaya ini menghadirkan Sastrawan Clurit Emas asal Madura, KH D Zawawi Imron, Sosiawan Leak, pelawak ludruk Kartolo, dan sejumlah seniman dan budayawan Tanah Air.
Sebelumnya, Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kemenag, Suyitno, mengatakan penguatan moderasi beragama telah dilakukan dengan berbagai media, segmen, sekaligus dengan tema-tema yang beragam.
“Balitbang Diklat dalam pengarusutamaan moderasi beragama selain menggunakan pendekatan konvensional yang berbasis pada diklat, TOT, dan seminar, juga menggunakan pendekatan berbasis seni budaya,” kata Suyitno.
Salah satu indikator moderasi beragama adalah ramah terhadap budaya lokal dan seni budaya. Budaya menjadi simbol-simbol komunikasi yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan. "Penampilan seniman diharapkan menjadi wahana dan instrumen untuk menyampaikan pesan-pesan moderasi beragama dengan cara guyonan yang mudah dipahami," katanya.
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...