Kemenag Imbau Umat Ubah Kebiasaan Antre Pembagian Zakat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Agama mengimbau, agar kebiasaan membagikan zakat secara massal ditinggalkan oleh masyarakat muslim Indonesia.
"Kebiasaan pembagian zakat yang mempertontonkan kemiskinan agar dihentikan dan diubah dengan cara menyalurkan zakat melalui Badan Amil Zakat Nasional dan Lembaga Amil Zakat," kata Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Ditjen Bimas Islam M. Fuad Nasar di Jakarta, Selasa (12/6).
"Kalau toh karena pertimbangan tertentu, seorang pembayar zakat (muzaki) ingin memberikan zakat hartanya langsung kepada fakir miskin di lingkungan sekitarnya, seyogyanya diantar langsung ke tempat mereka. Bukan dengan cara mengumpulkan warga miskin, lalu mereka harus antri dan berdesakan untuk menerima zakat," katanya.
Cara pembagian zakat seperti itu, menurut Fuad Nasar, di samping berisiko terjadi kekisruhan, tanpa sengaja telah merendahkan martabat orang miskin.
Fuad mengajak, agar publik mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa pembagian zakat oleh seorang dermawan di Pasuruan, Jawa Timur, tahun 2008, yang menelan korban 21 orang meninggal.
“Setiap kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain bisa kena sanksi pidana, kendati dilakukan dalam konteks perbuatan kebajikan, seperti pembagian zakat,” katanya.
Fuad yang juga mantan anggota dan Wakil Sekretaris BAZNAS ini menilai, organisasi pengelola zakat yang dibentuk pemerintah (BAZNAS), dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota, dan organisasi pengelola zakat (LAZ) berbadan hukum, yang didirikan masyarakat telah memfasilitasi kemudahan layanan pembayaran zakat, infak dan sedekah.
Organisasi ini juga, memudahkan mekanisme pendistribusian dan pendayagunaan zakat kepada orang yang berhak menerimanya.
Dana zakat yang disalurkan BAZNAS dan LAZ, bukan hanya berupa bantuan langsung untuk memenuhi kebutuhan pokok warga miskin dan penyediaan berbagai sarana/prasarana keagamaan, bantuan kepada warga korban bencana.
Lebih dari itu, dana zakat juga diberikan dalam bentuk beasiswa pendidikan formal, fasilitas pengobatan, pemberdayaan ekonomi dan kemaslahatan umat, dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan.
"Organisasi pengelola zakat telah memiliki indeks pengukur keberhasilan program pendayagunaan zakat yaitu IZN (Indeks Zakat Nasional), yang disusun oleh BAZNAS dan juga telah dirumuskan Had Kifayah, sebagai dasar penentuan kriteria mustahik zakat," katanya.
Sementara itu, kata Fuad, pembagian zakat secara massal dalam jumlah berapapun tidak menyelesaikan masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial. Sebaliknya, hal itu cenderung menambah orang yang merasa miskin lantaran dipancing dengan adanya pembagian zakat secara massal.
"Kita tidak seharusnya menyuburkan mental miskin dan menadahkan tangan secara terbuka di tengah masyarakat. Orang miskin seyogyanya dibantu untuk bisa menjaga martabat dan nilai luhur kemanusiaannya, sesuai dengan nilai moral yang diajarkan agama. Di sinilah tugas amil zakat untuk menjembatani antara pemberi zakat dan penerima zakat dalam kesetaraan derajat kemanusiaan," katanya.
"Orang yang berzakat dan orang yang menerima zakat tidak mesti bertemu langsung. Pembayar zakat (muzaki) disilahkan merekomendasikan daftar nama penerima zakat yang diinginkan kepada organisasi pengelola zakat yang dipilihnya,” katanya.
Fuad Nasar menambahkan, Islam sebagai pandangan hidup kemanusiaan universal menggariskan sedikitnya dua cara untuk mewujudkan keadilan sosial (social justice) di bidang ekonomi, yaitu kewajiban membayar zakat bagi yang mampu dan anjuran menafkahkan harta untuk kemaslahatan bersama. (kemenag.go.id)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...