Kemenag Perkuat Data Jemaah Haji dengan Sidik Jari
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (Ditjen PHU) kembali melakukan inovasi perbaikan layanan ibadah haji. Untuk memperkuat tata kelola data dan validitas identitas jemaah, Ditjen PHU memberlakukan pengambilan sidik jari dan foto pada pendaftaran ibadah haji.
Kepala Sub Direktorat Pendaftaran Haji Kemenag, Noer Aliya Fitriya mengatakan antrian jemaah haji Indonesia cukup panjang, rata-rata mencapai 17 tahun, dengan rentang terpanjang di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan yang mencapai 43 tahun. Sebagai langkah perbaikan, Ditjen PHU mengeluarkan Keputusan Dirjen PHU Nomor. 28 Tahun 2016 tentang Pedoman Pendaftaran Haji Reguler.
Dia mengatakan ada dua hal baru dalam pedoman ini, yang pertama adalah pendaftaran haji wajib dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan untuk pengambilan foto dan sidik jari, yang kedua adalah jemaah haji yang pernah menunaikan ibadah haji dapat melakukan pendaftaran haji setelah sepuluh tahun sejak menunaikan ibadah haji yang terakhir.
“Pemberlakukan dua ketentuan ini dalam rangka penguatan data dan validitas identitas calon jemaah haji serta pembatasan pergi haji bagi jemaah yang sudah pernah haji. Selain itu juga sebagai langkah antisipatif atas antrian haji yang terus memanjang," kata Noer Aliya Fitra, di Jakarta, Minggu (12/3).
Menurut pria yang biasa disapa Nafit ini, database yang berbasis sidik jari ini diharapkan akan lebih memudahkan proses deteksi dini calon jemaah haji, apakah sudah pernah berhaji atau belum.
Dia menyebut hal ini penting seiring dengan adanya aturan kalau masyarakat baru boleh mendaftar haji lagi setelah sepuluh tahun dari keberangkatan terakhir.
Selain itu, dengan perekaman sidik jari, data jemaah akan tetap otentik walaupun jemaah yang bersangkutan mengkoreksi identitas diri. "Hal ini penting sebagai upaya preventif terhadap kemungkinan tindakan manipulatif pihak tertentu yang ingin memanfaatkan data jemaah. Ini akan berlaku baik untuk jemaah haji reguler maupun khusus,” kata dia.
“Keberadaan sidik jari akan menjadi salah satu kunci filter pendaftaran, selain data dukung lainnya yang berupa nama, nama orang tua, dan alamat calon jemaah," kata Nafit.
Sebagai tindaklanjut dari Keputusan ini, kata Nafit, sejak setahun lalu Ditjen PHU meminta Kankemenag Kabupaten/Kota untuk menyediakan alat sidik jari dan kamera foto. Sampai hari ini sedikitinya sudah 80 persen Kantor Kementerian Agama di tingkat kabupaten dan kota yang sudah dilengkapi kedua perangkat tersebut.
Dia menyebut masih ada beberapa yang belum memasang, antara lain di Aceh, Maluku, Papua, Papua Barat, dan Jawa Timur. “Kami mentargetkan 31 Maret ini semua Kankemenag (Kantor Kementerian Agama) telah melakukan memasang alat sidik jari dan kamera sebagai bagian keharusan dari proses pendaftaran," kata Nafit.
Selain itu, dalam upaya percepatan pembatalan, Ditjen PHU juga akan melakukan pendeteksian jemaah haji yang sudah dikonfirmasi batal di Kankemenag. Prosedur selama ini harus menunggu surat pengajuan pembatalan dari Kankemenag.
“Ke depan, kami akan segera memproses pembatalan di aplikasi Siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu) bila terdeteksi Kankemenag telah melakukan konfirmasi pembatalan dan membuat surat pengajuan pembatalan walaupun secara fisik surat tersebut belum kami terima. Jadi semacam konfirmasi pembatalan semi otomatis di sistem,” kata dia.
Dia mengatakan hal ini dilakukan dalam rangka memberikan kecepatan layanan pembatalan yang selama ini masih menjadi keluhan beberapa jemaah haji atau ahli waris saat yang bersangkutan membatalkan pendaftarannya. “Mudah-mudahan langkah ini dapat lebih mempercepat proses pembatalan dan pencairan dana BPIH,” kata dia. (kemenag.go.id)
Editor : Eben E. Siadari
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...